BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi
klinis yang ditandai oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas
permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema,
hiperlipidemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas. Berdasarkan etiologinya, SN
dapat dibagi menjadi SN primer (idiopatik) yang berhubungan dengan kelainan
primer glomerulus dengan sebab tidak diketahui dan SN sekunder yang disebabkan
oleh penyakit tertentu.
Saat ini gangguan imunitas yang diperantarai oleh sel
T diduga menjadi penyebab SN. Hal ini didukung oleh bukti adanya peningkatan
konsentrasi neopterin serum dan rasio neopterin/kreatinin urin serta peningkatan
aktivasi sel T dalam darah perifer pasien SN yang mencerminkan kelainan
imunitas yang diperantarai sel T.
Kelainan histopatologi pada SN primer meliputi
nefropati lesi minimal,nefropati membranosa, glomerulo-sklerosis fokal
segmental, glomerulonefritis membrano-proliferatif.
Penyebab SN sekunder sangat banyak, di antaranya
penyakit infeksi, keganasan, obat-obatan, penyakit multisistem dan jaringan
ikat, reaksi alergi, penyakit metabolik, penyakit herediter-familial, toksin,
transplantasi ginjal, trombosis vena renalis, stenosis arteri renalis, obesitas
massif.
Di klinik (75%-80%) kasus SN merupakan SN primer
(idiopatik). Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati
lesi minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun.
- Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada anak Sindroma Nefrotik
dan media atau terapi yang digunakan dalam proses penyembuhan penyakit
tersebut.
b. Tujuan Khusus
Dalam makalah ini bertujuan agar mahasiswa mampu :
i.
Menjelaskan anatomi dan fisiologi Sistem Urinaria.
ii.
Menjelaskan definisi Sindroma Nefrotik.
iii.
Menyebutkan etiologi dari Sindroma Nefrotik.
iv.
Menyebutkan manifestasi klinik dari Sindroma Nefrotik.
v.
Menjelaskan patofisiologi terjadinya Sindroma Nefrotik.
vi.
Menyebutkan diagnosa keperawatan dari Sindroma
Nefrotik.
vii.
Menyebutkan dan menjelaskan penatalaksanaan atau terapi
pengobatan yang dilakukan untuk Sindroma Nefrotik.
viii.
Membuat dan mengkaji asuhan keperawatan pada anak
Sindroma Nefrotik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Urinaria
1.
Pengertian
Suatu sistem dimana
terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang
tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh
tubuh.
Zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air
kemih).
2.
Susunan Sistem Urinaria
a.
Ginjal
Kedudukan
Ginjal suatu kelenjar yang terletak dibagian
belakang dari kavum abdominalis di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra
lumbalis III, melekat langsung pada dinding belakang abdomen.
Bentuk
Bentuknya seperti biji kacang, jumlahnya ada 2
buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya
ginjal laki-laki lebih panjang dari ginjal wanita.
Fungsi ginjal terdiri dari :
1.
Memegang peranan penting dalam pengeluaran pengeluaran
zat-zat toksin atau racun.
2.
Mempertahankan suasana keseinbangan cairan.
3.
Mempertahankan keseimbangan kadar asam basa dari cairan
tubuh.
4.
Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat
lain dalam tubuh.
5.
Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari
protein ureum, kreatinin dan amoniak.
b.
Ureter
Terdiri dari dua saluran pipa masing-masing
bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya kira-kira
25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. ureter sebagian terletak dalam rongga
abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
a.
Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa).
b.
Lapisan tengah lapisan otot polos.
c.
Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa.
c.
Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Kandung kemih dapat
mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak dibelakang simpisis
pubis di dalam rongga panggul.
Bentuk kandung kemih seperti
kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan dengan ligamentum
vesika umbilikalis medius.
Bagian vesika urinaria terdiri dari:
1.
Fundus, bagian yang menghadap ke arah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari
rectum oleh spatium rectovesikale yang
terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan prostat.
2.
Korpus, bagian antara verteks dan fundus.
3.
Verteks, bagian yang mancung ke arah muka dan
berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan:
1.
Lapisan sebelah luar (peritonium)
2.
Tunika muskularis (lapisan otot)
3.
Tunika submukosa
4.
Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
d.
Uretra
Uretra merupakan saluran
sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih
keluar.
Pada laki-laki uretra
berjalan berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan
fibrosa yang menembus tulang pubis kebagian penis panjangnya kira-kira 20 cm.
Uretra pada laki-laki terdiri dari:
1.
Uretra prostatia.
2.
Uretra membranosa.
3.
Uretra kavernosa.
Lapisan uretra laki-laki:
lapisan mukosa (lapisan paling dalam) dan lapisan submukosa.
Uretra pada wanita, terletak
di belakang simpisis pubis berjalan miring sedikit ke atas, panjangnya
kira-kira 3-4 cm.
Lapisan pada wanita terdiri
dari: tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus
dari vena-vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah luar).
Muara uretra pada wanita
terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra disini
hanya sebagai saluran ekskresi.
(Syaifuddin, 1997)
B. Definisi
Sindroma nefrotik adalah
penyakit yang ditandai dengan hilangnya sejumlah besar protein plasma ke dalam
urin
(Guyton and Hall,1997).
Sindroma nefrotik ialah
penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan
fungsi ginjal (Ngastiyah,1997)
Sindroma nefrotik adalah
keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerulus
terhadap protein plasma, yang menimbulkan; proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Betz, 2002).
Sindroma nefrotik adalah
status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerolus
terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinarius yang massif (Donna
L. Wong, 2003).
Sindroma nefrotik adalah
penyakit ginjal yang mengenai glomerulus (ginjal terdiri dari tubulus,
glomerulus dll.) dan ditandai proteinuria
(keluarnya protein melalui air kencing) yang massif, hipoalbuminemia (kadar albumin dalam darah turun), edema (bengkak) disertai hiperlipidemia (kadar lemak dalam darah
meningkat) dan hiperkolesterolemia
(kadar kolesterol dalam darah meningkat) (Pikiran Rakyat Cyber Media,
2007)
Sindroma nefrotik adalah penyakit ginjal yang
mengenai glomerulus (ginjal terdiri dari tubulus, glomerulus, dll.) dan
ditandai proteinuria (keluarnya protein melalui air kencing) yang masif,
hipoalbuminemia (kadar albumin di dalam darah turun), edema (bengkak) disertai
hiperlipid emia (kadar lipid atau lemak dalam darah meningkat) dan
hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat) jadi untuk memastikannya
perlu pemeriksaan laboratorium (http://www.ikcc.or.id)
Sindroma nefrotik adalah suatu sindroma (kumpulan
gejala-gejala) yang terjadi akibat berbagai penyakit yang menyerang ginjal dan
menyebabkan:
-
proteinuria (protein di dalam air kemih)
-
menurunnya kadar albumion dalam darah.
-
penimbunan garam dan air yang berlebihan
-
meningkatnya kadar lemak dalam darah.
Sindroma Nefrotik ini merupakan suatu penyakit
dengan kerusakan terjadi pada ginjal, dan sebagaimana penyakit ginjal lainnya,
diagnosa yang paling tepat ditegakkan dengan biopsi ginjal http://groups.yahoo.com/group/dokter_umum/
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai
oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per
hari), hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria,
hiperkoagulabilitas (Cermin Dunia Kedokteran
No. 150, 2006).
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria
masif, edema, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia. Sindrom nefrotik infantil
adalah sindrom nefrotik yang terjadi pada usia 3 bulan sampai 1 tahun,
sedangkan jika terjadi sebelum usia 3 bulan disebut sebagai sindrom nefrotik congenital (Cermin Dunia Kedokteran No. 134, 2002).
C. Etiologi
1.
Sindroma nefrotik bawaan.
-
Resesif autosomal.
-
Reaksi maternofetal.
2.
Sindroma nefrotik sekunder.
-
Malaria kuartana atau parasit lainnya.
-
Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata,
purpura anafilaktoid.
-
Glumerulonefritis akut atau kronik, trombosis vena
renalis.
-
Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin,
garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa.
-
Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia,
nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik.
3.
Sindroma nefrotik idiopatik.
Tidak diketahui sebabnya atau disebut juga SN
primer (Ngastiyah, 1997)
Menurut Betz dibagi atas:
- Primer
-
Penyakit kongenital. Sindroma nefrotik tipe-Finlandia
(diturunkan).
-
Sindroma nefrotik perubahan minimal (tipe paling umum).
- Sekunder
-
Penyakit pascainfeksi
·
Glomerulonefritis
·
Infeksi bakteri sistemik
·
Hepatitis B
·
HIV
·
Endokarditis bacterial subakut
-
Penyakit vascular
·
Sindrom uremik-hemolitik
·
Trombosis vena renalis
·
Lupus eritematosis sistemik
·
Purpura Henoch-Schoenlein
·
Sindrom Goodpasture
-
Penyakit keluarga
·
Sindrom Alport
·
Diabetes
-
Obat dan logam berat
-
Nefrosis alergik
(Betz, 2002)
Penyebab SN:
- Penyakit
-
Amiloidosis
-
Kanker
-
Diabetes
-
Glumerulopati
-
Infeksi HIV
-
Leukemia
-
Limfoma
-
Gamopati monoclonal
-
Mieloma multiple
-
Lupus eritematosus sistemik
- Obat-obatan
-
Obat pereda nyeri yang menyerupai aspirin
-
Senyawa emas
-
Heroin intaravena
-
Penisilamin
- Alergi
-
Gigitan serangga
-
Racun pohon ivy
-
Racun pohon ek
-
Cahaya matahari
D. Patofisiologi
Hilangnya protein menyebabkan
penurunan tekanan osmotik plasma dan peningkatan tekanan hidrostatik, yang
menyebabkan terjadinya akumulasi cairan dalam rongga interstitial dan rongga
abdomen. Penurunan volume cairan vaskuler menstimulasi sisten
rennin-angiostensin yang mengakibatkan disekresikannya hormone antidiuretik
(ADH) dan aldosteron. Reabsorbsi tubular terhadap natrium dan air mengalami
peningkatan dan akhirnya menambah volume intravaskuler (Betz,
2002).
Proteinuria (kelainan utama)
terjadi adanya peningkatan permiabilitas dinding kapiler glomerolus dimana pada
sindroma nefrotik idiopatik, dari penelitian terakhir diduga disebabkan oleh
karena abnormalitas fungsi sel limfosit T, yang mungkin memproduksi suatu
factor yang dapat meningkatkan permiabilitas vaskuler. Akibat adanya
proteinuria, akan terjadi hipoalbuminemia yang dapat menimbulkan asites jika
kadarnya < 2,5 g/dl. Hipoalbuminemia menyebabkan tekenan osmotik plasma
menurun, sehingga memungkinkan transudasi cairan intaravaskuler dan lebih
lanjut penurunan perfusi ke ginjal, yang kemudian mengaktifasi sistem
rennin-angiostensin-aldosteron, yang menstimulasi tubulus distal untuk
reabsorbsi sodium. Disamping itu, penurunan volume intravaskuler juga
merangsang pelepassan hormone ADH, sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi air
di duktus kolektivus. Oleh karena adanya penurunan tekanan onkotik plasma,
sodium dan air yang direabsorbsi akan masuk ke ruang interstitial, menyebabkan
terjadinya eksaserbi edema. Namun dari hasil observasi, ternyata pada beberapa
penderita sindroma nefrotik volume intravaskulernya normal atau menurun. Diduga
adanya factor lain yang juga mungkin berperan dalam timbulnya edema pada
sindroma nefrotik dan dihpotesakan menyangkut adanya defek akskresi sodium dan
air intrarenal, serta adanya agent dalam sirkulasi yang meningkatkan
permiabilitas dinding kapiler seluruh tubuh termasuk pada ginjal. Pada sindroma
nefrotik, hamper semua lipid serum (kolesterol dan trigliserida) dan kadar
lipoprotein meningkat. Hal ini disebabkan karena:
1.
Hipoproteinemia merangsang sintesa protein di hepar,
termasuk lipoprotein.
2.
Katabolisme lipid menurun oleh karena menurunnya kadar
lipoprotein lipase di plasma.
Lipase merupakan enzim utama
yang memindahkan lipid dari plasma. Pada sindroma nefrotik, masih belum jelas
diketahui apakah lipase juga ikut hilang melalui urin (Suraatmaja,
2000).
E. Manifestasi Klinis
1.
Proteinuria
2.
Retensi cairan dan edema yang menambah berat badan,
edema periorbital, edema dependen, pembengkakan genitalia eksterna, edema
fasial, asites, hernia inguinalis dan distensi abdomen, efusi pleural.
3.
Penurunan jumlah urin, urin gelap, berbusa.
4.
Hematuria.
5.
Anoreksia.
6.
Diare.
7.
Pucat.
8.
Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang).
(Betz, 2002)
- Penambahan BB.
- Edema.
- Wajah sembab:
-
Khususnya di sekitar mata.
-
Timbul pada saat bangun pagi.
-
Berkurang di siang hari.
- Pembengkakan abdomen (asites).
- Kesulitan pernapasan (efusi pleura).
- Pembengkakan labialatau scrotal.
- Edema mukosa usus:
-
Diare.
-
Anoreksia.
-
Absorpsi usus buruk.
- Pucat kulit ekstrim (sering).
- Peka rangsang.
- Mudah lelah.
- Letargi.
- Tekanan darah normal atau sedikit menurun.
- Kerentanan terhadap infeksi.
- Perubahan urin:
-
Penurunan volume.
-
Gelap.
-
Berbau buah.
(Donna L. Wong, 2003)
F. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan:
1.
Istirahat sampai edema tinggal sedikit.
2.
Diet protein tinggi sebanyak 2-3 g/kg/bb dengan garam
minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang bisa diberi garam sedikit.
3.
Mencegah infeksi.
4.
Diuretik.
5.
Kortikosteroid.
6.
Antibiotik diberikan hanya bila ada infeksi.
7.
Lain-lain. Pungsi asites, pungisi hidrotoraks dilakukan
bila ada indikasi vital. Jika ada gagal jantung diberikan digitalis.
(Ngastiyah,1997)
Penatalaksanaan medis untuk sindrom nefrotik
mencakup:
- Pemberian kortikosteroid (prednison)
- Penggantian protein (dari makanan atau 25% albumin).
- Pengurangan edema, diuretic dan restriksi natrium (diuretika hendaknya digunakan secara cermat untuk mencegah terjadinya penurunan intravascular, pembentukan thrombus, dan ketidakseimbangan elektrolit).
- Rumatan keseimbangan elektrolit.
- Inhibitor enzim pengkonversi-angiotensin (menurunkan banyaknya proteinuria pada glomerulonefritis membranosa).
- Agen pengalkilasi (sitotoksik), klorambusil dan siklofosfamid (untuk sindrom nefrotik tergangtung steroid dan pasien yang sering mengalami kekambuhan).
- Obat nyeri (untuk mengatasi ketidaknyamanan berhubungan dengan edema dan terapi invasif).
(Betz, 2002)
Menurut Mansjoer:
- Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai ± 1 gram/hari, secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dalam makanan dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
- Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat menggunakan diuretic, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/kali, bergantung pada beratnya edema dan respons pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hidroklortiazid (25-50 mg/hari). Selama pengobatan diuretic perlu dipantau kemungkinan hipokalemia, alkalosis metabolik, atau kehilangan cairan intravascular berat.
- Pemberian kortikosteroid berdasarkan ISKDC (international study of Kidney Disease in Children).
- Cegah infeksi. Antibiotik diberikan bila ada infeksi.
- Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.
(Mansjoer, arif)
G. Uji Laboratorium dan Diagnostik
1.
Uji Urin
a.
Protein urin – meningkat.
b.
Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria.
c.
Dipstik urin – positif untuk urin dan darah.
d.
Berat jenis urin – meningkat.
2.
Uji Darah
a.
Albumin serum – menurun.
b.
Kolesterol serum – meningkat.
c.
Hemoglobin dan hematokrit – meningkat
(hemokonsentrasi).
d.
Laju endap darah (LED) – meningkat.
e.
Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit
perorangan.
3.
Uji Diagnostik
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang
tidak dilakukan secara rutin.
(Betz, 2002)
H. Komplikasi
Infeksi sekunder, terutama
infeksi kulit yang disebabkan oleh Streptococcus, Staphylococcus;
bronkopnemonia dan tuberculosis.
(Ngastiyah,1997)
- Penurunan volume intravascular (syok hipovolemik).
- Kemampuan koagulasi yang berlebihan.
- Perburukan pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan).
- Kerusakan kulit.
- Infeksi.
- Peritonitis (berhubungan dengan asites).
- Efek samping steroid yang tidak diinginkan.
(Betz, 2002)
I. Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian / Data Fokus
1.
Kaji status hidrasi anak.
2.
Kaji adanya tanda dan gejala elektrolit.
3.
Kaji adanya tanda dan gejala komplikasi di masa yang
akan datang.
4.
Kaji respon koping anak dan keluarga.
5.
Kaji tingkat perkembangan anak.
(Betz, 2002)
1.
Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya
edema.
Skala edema:
a.
+1 : bengkak minimal di sekitar daerah luka.
b.
+2 : tidak terdapat pitting edema luasnya <4 cm.
c.
+3 : tidak ada edema luasnya ≥4 cm.
d.
+4 : pitting edema luasnya ≤4 cm.
e.
+5 : krepitus atau pitting edema ≥4 cm.
2.
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama yang
berhubungan dengan penambahan berat badan saat ini, disfungsi ginjal
3.
Observasi adanya manifestasi sindroma nefrotik.
4.
Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian.
(Donna L. Wong, 2003)
2.
Diagnosa Keperawatan
1.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi
cairan dalam jaringan dan ruang interstitial.
2.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskular)
berhubungan dengan kehilangan protein dan cairan, edema.
3.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan
sistem imun karena hipoalbuminemia.
4.
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan edema, penurunan pertahanan tubuh.
5.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia.
6.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan
penampilan.
7.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan.
8.
Kecemasan anak berhubungan dengan hospitalisasi.
9.
Perubahan pola asuh orang tua berhubungan dengan anak
dirawat di RS.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Sindroma nefrotik adalah penyakit ginjal yang
mengenai glomerulus (ginjal terdiri dari tubulus, glomerulus, dll.) dan
ditandai proteinuria (keluarnya protein melalui air kencing) yang masif,
hipoalbuminemia (kadar albumin di dalam darah turun), edema (bengkak) disertai
hiperlipid emia (kadar lipid atau lemak dalam darah meningkat) dan
hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat) jadi untuk memastikannya
perlu pemeriksaan laboratorium.
Berdasarkan etiologinya dibagi atas:
- Sindroma nefrotik bawaan.
-
Resesif autosomal.
-
Reaksi maternofetal.
- Sindroma nefrotik sekunder.
-
Malaria kuartana atau parasit lainnya.
-
Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata,
purpura anafilaktoid.
-
Glumerulonefritis akut atau kronik, trombosis vena
renalis.
-
Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin,
garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa.
-
Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia,
nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik.
- Sindroma nefrotik idiopatik.
-
Tidak diketahui sebabnya atau disebut juga SN primer.
- Saran
Pada makalah yang telah saya susun sedemikian rupa
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada
Anak Sindroma Nefrotik” dapat bermanfaat bagi seluruh komponen masyarakat
khususnya, makalah ini kami tujukan untuk perawat dalam menangani masalah
kesehatan yang tertuju pada anak yang menderita penyakit Sindroma Nefrotik. Makalah ini tidak luput akan kesalahan baik dari
segi bahasa, penyusunan, maupun referensi yang saya buat, untuk itu saya
berharap masukan saran guna dalam memperbaiki makalah ini.
Daftar Pustaka
Betz, 2002. Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Guyton and
Hall.1997. Fisiologi Kedokteran.
Jakarta: EGC.
Mansjoer,
arif. Capita Selekta. Jakarta: Media
Aesculapius.
Ngastiyah.
Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Syaifuddin.
1997. Anatomi Fisiologi. Jakarta:
EGC.
Wong,
Donna L. 2003. Keperawatan Pediatrik.
Jakarta: EGC.
Wong,
Donna L. 2003. Maternal Child Nursing
Care. Jakarta: EGC.
Cermin Dunia Kedokteran No. 134, 2002
Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006
Pikiran Rakyat Cyber Media. 2007
pipinfo@indosat.net.id
www.medicastore.com 2004
titanium white dominus - Teton-ART
ReplyDeleteTitanium where can i buy titanium trim White's titanium 200 welder stunning, new high-performance high performance shaving system. Combining titanium vs steel platinum-edge technology and superior shaving technology, the $49.99 mens titanium wedding rings · In stock titanium plumbing