Thursday, January 15, 2015

ESAY KONTRAK BELAJAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN BPH


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Suatu keadaan di mana sel kehilangan kemampuannya dalam mengendalikan kecepatan pembelahan dan pertumbuhannya. Normalnya, sel yang mati sama dengan jumlah sel yang tumbuh. Apabila sel tersebut sudah mengalami malignansi/ keganasan atau bersifat kanker maka sel tersebut terus menerus membelah tanpa memperhatikan kebutuhan, sehingga membentuk tumor atau berkembang “tumbuh baru” tetapi tidak semua yang tumbuh baru itu bersifat karsinogen. (Daniele gale 1996).
Setiap tahun di diagnosis 183.000 kasus baru kanker payudara di amerika serikat. Bukan hanaya kanker payudara saja lebih banyak mengenai wanita dari pada pria. Pada usia 85 satu dari sembilan wanita akan mengalami kanker payudara. Kemampuan pasien yang di diagnosis kanker payudara bertahan hidup masih mencapai 5 tahun sejak awal di diagnosis kanker payudara sekitar 93 %. Jika kanker telah menyebar secara regional saat di diagnosis kemampuan bertahan hidup selama 5 tahun menjadi 72 % dan untuk seseorang dengan metastasis yang luas saat di diagnosis kemampuan bertahan hidupnya hanya 18 %.

B.     TUJUAN PENULISAN
1.      Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan kontrak belajar, penulis mampu melakukan perawatan pada pasien BPH.

2.      Tujuan Khusus
a.       Mampu memahami pengertian BPH.
b.      Mampu memahami penyebab BPH.
c.       Mampu memahami patofisiologi BPH.
d.      Mampu memahami penatalaksanaan BPH.
e.       Mampu melakukan perawatan pada BPH.
BAB II
TINJAUAN TEORI

1.         DEFINISI
BpH adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia. Beberapa atau semua komponen prostat, meliputi antara lain:
-          Jaringan kelenjar.
-          Jaringan fibro-muskular yang menyebabkan penyumbatan uretra parsprostatika.

2.         ETIOLOGI
Etiologi BpH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan hormon androgen. Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang akan terjadi perubahan katologik anatomi yang pada pria usia 50 tahun angka kejadian sekitar 50%, usia 80 tahun sekitar 80% dan usia 90 tahun 100%.

3.         PATOFISIOLOGI
Sebagian besar (80%) laki-laki usia diatas 50 tahun menderita BpH tetapi kebanyakan tanpa gejala. Hanya 10% saja yang menimbulkan gejala klinis. Gejala klinis yang pertama timbul adalah manifestasi dari adanya obstruksi. Obstruksi yang ditimbulkan oleh pembesaran prostat menyebabkan tahanan di uretra prostatika meningkat sehingga muskulus detrusor buli-buli harus berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urin keluar. Hal ini menyebabkan hipertropi pada muskulus detrusor. Pada pemeriksaan sistoskopi ini akan terlihat sebagai trabekulasi dan adanya selule. Lama-kelamaan terjadi gangguan pada persyaratan buli-buli sehingga timbul gejala intatif.
Pada suatu saat muskulus detrasor tidak mampu lagi memompa urin (dekompensasi) dan terjadilah retensi urin.
Kadang-kadang muskulus detrusor kemampuan kontraksinya terbatas, artinya sebelum buli-buli kosong kontraksinya sudah berhenti. Maka dalam buli-buli akam tersisa urin (rest urin).
Penyebab yang pasti dari BpH diketahui, diduga yang berperan adalah perubahan keseimbangan hormonal, dimana ratio estrogen testosteron meningkat.
4.         GEJALA KLINIS
Berupa sindroma prostatisme, yang terdiri dari :
a. Gejala obstruktif
:
Kelemahan pancaran urin, hesitansi, proses kencing berlangsung lebih lama, rasa tidak puas pada akhir kencing.
b. Gejala iritatif
:
Frekuensi, urgensi, nocturia, deseina, makin lama residu urin makin banyak dan terjadi retensi urin, kencing spontan tidak mungkin lagi / urin menets (inkontinensia paradaksa).

5.         PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSA
1). a. Inspeksi buli-buli
:
Ada / tidaknya penonjolan perut di daerah supra pubik (buli-buli penuh / kosong).
b. Palpasi buli-buli
:
Tekanan di daerah suprapublik menimbulkan rangsangan ingin kencing bila buli-buli bersih / penuh. Teraba massa yang kontraktil dan “ballotlement”.
c. Perkusi
:
Buli-buli yang penuh berisi urin memberi suara merdu.
2). Colok dubur.
3). Laboratorium : Dl, Ul, kultur urin, kreatinin serum, B, U, N
4). Flowmetri :
flowmeter adalah alat khusus untuk mengukur pancaran urin dengan satuan ml / detik.
Penderita dengan sindroma prostatisme perlu diperiksa dengan flowmetri sebelum dan sesudah terapi.
-          Penilaian

:
·      F maks < 10 ml / dt                 obstruktif
·      F maks 10-15 ml / dt                 bordeline
·      F maks >15 ml / dt                 non obstruktif
5). Radiologis
:
I.V. P dengan foto buli-buli pre dan post muksi posisi obligue ini dikerjakan bila prextatisme masih mungkin disebabkan oleh hal lain.
Bila diagnosa klinis sudah jelas BpH, hanya dikerjakan foto polos abdomen.
6). Kateterisasi : mengukur “rest urine”.
7). Ultrasonografi.
8). Uretra-sistoskopi.

6.       DIASNOSTIK BANDING
a.       Prostatotis.
Keluhan : disuria, urgensi
Pemeriksaan fisisk : - colok dubur         prostat tidak membesar, lunak, nyeri tekan.
-  setelah kencing             “rest urine”
b.      Keganasan prostat.
Keluhan : disuria, urgensi, hematuria, retensi urine.
Pemeriksaan fisik : - colok dubur : prostat membesar, terdapat nodul yang soliter ataupun difus dan lebih besar.
c.      
Umur peenderita relatif lebih muda
 
Striktur uretra.
d.      Batu uretra posterior

7.       KOMPLIKASI
a.       Infeksi saluran kemih (ISK).
b.      Obstruksi intravertikal : - Pada buli-buli     Trabekulasi, divertikuli, terbentuk batu buli-buli.
- Pada ginjal      Hindronetrosi.
8.       PENATALAKSANAAN
a.       Konservativ : bila gejala klinis hanya ringan dan tidak pragresif.
b.      Medika mentosa.
-    Indikasi :
BpH dengan gejala prostatisme ringan dan belum memenuhi indikasi operatif.
-    Macam obat :
·      Golongan x 1 adrenergik “ blocker” berkhasiat menurunkan tekanan / tahanan di uretra prostatika.
·      Golongan 5 x reduktase “inhibitor” mencegah sintesa dehidra testateron (DHT) yang berperan dalam proses hiperplasia prostat.
c.       Operatif
-          Indikasi :  -  gejala klinis yang progresif.
-    Terdapat pernyulitan, terdapat hernia / hemoroid sekunder karena prostatisme.
-    Pernah retensi urin.
-    “Residual Urine” lebih dari 1/3 kapasitas buli-buli yang normal.
Cara : - pembedahan terbuka.
-    Pembedahan endoskopik : “Trans uretral resection” (TUR).
Cara derobstruksi yang lain seperti dengan hipertermia dan ablasi dengan laser masih dalam taraf uji klinis.



BAB III
RESUME

A.    STUDI KASUS
Tn. W 74 tahun dengan BPH post Prostatektomi pada hari ke 2. Hasil pengkajian klien mengeluh nyeri pada saat BAK, BAK sedikit + 500cc / hari, hasil pemeriksaan rongten menunjukan ada pembesaran pada prostat.
Terapi yang diberikan adalah ceftriaxon 1gram / 12 jam, ketorolak 30 mg / 8 jam, Ranitidin 50 mg / 12 jam, kalnex 30mg / 12 jam serta infus RL 20 Tpm.
Diagnosa yang muncul adalah nyeri dengan intervensi kaji tingkat nyeri, ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi pada klien, kolaborasi dengan pemberian analgetik. Prosedur pembedahan yang dilakukan pada pasien BPH untuk melancarkan pembuangan urin klien.
                             
B.     DISKUSI DENGAN EKSPERT
Menurut ekspert 1 (Residen bedah) dan ekspert 2 (Perawat), Pembedahan seperti prostatektomi dilakukan untuk membuang jaringan prostat yang mengalami hiperplasi. Komplikasi yang mungkin terjadi pasca prostatektomi mencakup perdarahan, infeksi, retensi oleh karena pembentukan bekuan, obstruksi kateter dan disfungsi seksual. Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi, meskipun pada prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf pudendal. Pada kebanyakan kasus aktivitas seksual dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 minggu karena saat itu fossa prostatik telah sembuh. Setelah ejakulasi maka cairan seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan diekskresikan bersama uin. Perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan ejakulasi retrogard

C.    PERMASALAHAN
1.      Bagaimana pengaruh prostatektomi pada BPH ?
BAB IV
PEMBAHASAN

A.    PENGARUH PROSTATEKTOMI PADA BPH
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi bedah yaitu :
-          Retensi urin berulang
-          Hematuri
-          Tanda penurunan fungsi ginjal
-          Infeksi saluran kemih berulang
-          Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
-          Ada batu saluran kemih.
Pendekatan transuretral merupakan pendekatan tertutup. Instrumen bedah dan optikal dimasukan secara langsung melalui uratra ke dalam prostat yang kemudian dapat dilihat secara langsung. Kelenjar diangkat dalam irisan kecil dengan loop pemotong listrik. Prostatektomi transuretral jarang menimbulakan disfungsi erektil tetapi dapat menyebabkan ejakulasi retrogard karena pengangkatan jaringan prostat  pada kolum kandung kemih dapat menyebabkan cairan seminal mengalir ke arah belakang ke dalam kandung kemih dan bukan melalui uretra.
Prostatektomi perineal sangat berguna untuk biopsi terbuka. Pada pasca operatif, luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat rektum. Inkontinensia, impotensi, atau cedera rektal lebih mungkin terjadi komplikasi pada pendekatan ini.
Insisi prostat transuretral (TUIP)diindikasikan ketika kelenjar prostat kecil (30mg atau kurang). Satu atau du buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretra
Pembedahan seperti prostatektomi dilakukan untuk membuang jaringan prostat yang mengalami hiperplasi. Komplikasi yang mungkin terjadi pasca prostatektomi mencakup perdarahan, infeksi, retensi oleh karena pembentukan bekuan, obstruksi kateter dan disfungsi seksual. Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi, meskipun pada prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf pudendal. Pada kebanyakan kasus aktivitas seksual dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 minggu karena saat itu fossa prostatik telah sembuh. Setelah ejakulasi maka cairan seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan diekskresikan bersama uin. Perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan ejakulasi retrogard.


BAB V
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
BpH adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia. Beberapa atau semua komponen prostat.
Pembedahan seperti prostatektomi dilakukan untuk membuang jaringan prostat yang mengalami hiperplasi. Komplikasi yang mungkin terjadi pasca prostatektomi mencakup perdarahan, infeksi, retensi oleh karena pembentukan bekuan, obstruksi kateter dan disfungsi seksual. Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi, meskipun pada prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf pudendal.

B.     REKOMENDASI
1.      Perawat di Ruang dalam merawat pasien dengan prostatektomo harus hati hati dalam merawat karena resiko tinggi untuk kambuh masih besar
















DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius FK-UI, Jakarta

Doenges M.E. at al., 1992,  Nursing Care Plans,  F.A. Davis Company, Philadelphia

Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002,  NANDA






No comments:

Post a Comment