Thursday, January 15, 2015

Ensefalitis


BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Ensefalitis adalah reaksi radang di daerah otak yang disebabkan oleh invasi mikroorganisme baik virus, bakter, protozoa, spirochaeta, jamur, cacing, atau reaksi radang akibat adanya infeksi sistemik atau vaksinasi.
Ensefalitis bakterial dikenal pula sebagai ensefalitis supuratif atau abses otak. Pada bayi dan anak kecil, ensefalitis terjadi sebagai komplikasi meningitis bakterial (jarang terjadi pada orang dewasa). Pada ensefalitis terjadi kerusakan neuron, terdapat intranuclear inclusion bodies, edema, radang jaringan otak dan medula spinalis.
Bayi atau anak yang menderita ensefalitis tampil dengan gambaran klinik suhu mendadak naik, sering mengeluh nyeri kepala, muntah, kejang, kesadaran dengan cepat menurun. Penanganan harus segera dilakukan untuk mencegah mortalitas dan gejala sisa yang menyertai seperti paresis, paralisis , afasia, dan retardasi mental.
Pada umumnya ensefalitis paling sering terjadi pada umur di bawah 15 tahun, karena pada umur ini frekuensi penyakit-penyakit sinus nsalis maupun mastoiditis masih tinggi.
Angka kematian untuk ensefalitis masih tinggi, berkisar antara 35 sampai 50%. Dari penderita yang hidup 20 sampai 40% mempunyai komplikasi  gejala sisa berupa paralisis, pergerakan choreaathetoid, gangguan penglihatan atau gejala neurologik lain. Penderita yang sembuh tanpa kelainan neurologik yang nyata, dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin menderita retardasi mental, gangguan tingkah laku dan epilepsi.
Karena gejala yang sering timbul adalah suhu yang mendadak naik dan bahkan seringkali ditemukan hiperpireksia maka perlu dilakukan penatalaksanaan demam. Dalam keadaan demam, kenaikan suhu tubuh sebesar 1 0C pun bisa mengakibatkan kenaikan metabolisme basal yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan sebesar 10 – 15 % dan otak sebesar 20 %. Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka anak akan kejang.
Bila anak mengalami demam tinggi akan terancam terjadinya kejang. Apalagi pada Ensefalitis ini gejala khas lainnya adalah timbulnya kejang. Kejang ini dapat berlangsung berjam-jam. Kalau sampai terjadi kejang maka kerusakan sel tubuh terutama pada sel-sel otaknya dapat terjadi. Kalau kejang yang dialaminya terjadi secara terus menerus, maka kemampuan berpikir anak akan mengalami kerusakan serius. Sehingga penatalaksanaan awal adalah dengan cara menurunkan suhu tubuh anak agar resiko terjadinya kejang seminimal mungkin bisa dihindarkan. Apalagi

B.    Tujuan
1.     Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan kontrak belajar, saya mampu mengelola anak ensefalitis yang mengalami demam
2.     Tujuan Khusus
a.      Menyebutkan  pengertian demam
b.      Menyebutkan etiologi terjadinya kejang demam
c.      Menjelaskan patofisiologi terjadinya demam
d.     Memahami mekanisme pengaturan suhu tubuh pada anak
e.      Menjelaskan penatalaksanaan demam pada anak dengan ensefalitis
f.       Melakukan pengelolaan pada anak dengan ensefalitis yang mengalami gangguan termoregulasi demam


BAB II
TINJAUAN TEORI


I.            Pengertian Demam

Demam berarti suhu tubuh diatas batas normal biasa, dapat disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi. (Guyton, 1990).
Demam adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu hingga 380 C atau lebih. Ada juga yang yang mengambil batasan lebih dari 37,80C. Sedangkan bila suhu tubuh lebih dari 400C disebut demam tinggi (hiperpireksia) . (Julia, 2000)
                    
II.           Etiologi Demam
Demam  terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik maupun penyakit lain. (Julia, 2000). Menurut Guyton (1990) demam dapat disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi.

III.        Patofisiologi Demam
Demam terjadi sebagai respon tubuh terhadap peningkatan set point, tetapi ada peningkatan suhu tubuh karena pembentukan panas berlebihan tetapi tidak disertai peningkatan set point. (Julia, 2000)
Demam adalah sebagai mekanisme pertahanan tubuh (respon imun) anak terhadap infeksi atau zatasing yang masuk ke dalam tubuhnya. Bila ada infeksi atau zat asing masuk ke tubuh akan merangsang sistem pertahanan tubuh dengan dilepaskannya pirogen. Pirogen adalah zat penyebab demam, ada yang berasal dari dalam tubuh (pirogen endogen) dan luar tubuh (pirogen eksogen) yang bisa berasal dari infeksi oleh mikroorganisme atau merupakan reaksi imunologik terhadap benda asing (non infeksi).
Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat penerima (reseptor) yang terdapat pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di hipotalamus. Dalam hipotalamus pirogen ini akan dirangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin (PGEZ). Ini akan menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara menyempitkan pembuluh darah tepi dan menghambat sekresi kelenjar keringat. Pengeluaran panas menurun, terjadilah ketidakseimbangan pembentukan dan pengeluaran panas.
Inilah yang menimbulkan demam pada anak. Suhu yang tinggi ini akan merangsang aktivitas “tentara” tubuh (sel makrofag dan sel limfosit T) untuk memerangi zat asing tersebut dengan meningkatkan proteolisis yang menghasilkan asam amino yang berperan dalam pembentukan antibodi atau sistem kekebalan tubuh. (Sinarty,2003)
Sedangkan sifat-sifat demam dapat berupa menggigil atau krisis/flush.
Menggigil. Bila pengaturan termostat dengan mendadak diubah dari tingkat normal ke nilai yang lebih tinggi dari normal sebagai akibat dari kerusakan jaringan,zat pirogen atau dehidrasi. Suhu tubuh biasanya memerlukan beberapa jam untuk mencapai suhu baru.
Krisis/flush. Bila faktor yang menyebabkan suhu  tinggi dengan mendadak disingkirkan, termostat hipotalamus dengan mendadak berada pada nilai rendah, mungkin malahan kembali ke tingkat normal. (Guyton, 1999)

IV.      Mekanisme Pengaturan Suhu Tubuh
Suhu tubuh diatur  hampir seluruhnya oleh mekanisme umpan balik saraf dan hampir semua mekanisme ini bekerja melalui pusat pengaturan suhu yang terletak di hipotalamus. Mekanisme pengaturan suhu tubuh di hipotalamus disebut termostat hipotalamus. Akan tetapi agar mekanisme umpan balik ini bekerja, juga harus terdapat detektor suhu untuk menentukan tubuh terlalu panas atau dingin.
Reseptor suhu yang paling penting untuk mengatur suhu tubuh adalah banyak neuron peka panas khusus yang terletak pada area preoptika hipotalamus. Neuron ini meningkatkan pengeluaran impuls bila suhu meningkat dan mengurangi impuls yang keluar bila suhu turun. Kecepatan cetusan kadang-kadang meningkat sebanyak 10 kali pada peningkatan suhu tubuh sebesar 10oC. meliputi neuron peka panas yang terletak di area preoptika hipotalamus.
Selain neuron peka panas area preoptika ini, reseptor lain yang peka terhadap suhu diantaranya reseptor suhu kulit dan reseptor suhu dalam medula spinalis, abdomen dan mungkin strukturdalam lainnya pada tubuh. (Guyton, 1990)

V.         Mekanisme Kehilangan Panas
Berbagai cara hilangnya panas dari tubuh diantranya radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi.
Radiasi. Kehilangan panas dengan cara radiasi dalam bentuk sinar panas inframerah, gelombang elektromagnetik yang beradiasi dari tubuh ke sekelilingnya, yang lebih dingin daripada tubuhnya sendiri. Kehilangan ini meningkat bila suhu sekelilingnya menurun.
Konduksi. Kehilangan panas dengan cara konduksi ke udara merupakan kehilangan panas yang dapat diukur. Panas sebenarnya merupakan energi kinetik pergerakan molekul dan molekul-molekul yang menyusun tubuh terus menerus mengalami grak vibrasi. Jadi gerak vibrasi molekul kulit dapat menyebabkan penginkatan kecepatan gerak molekul udara yang datang bersentuhan langsung dengan kulit. Bila suhu udara yang dekat kulit sama seprti suhu kulit, sedikit terjadi pertukaran panas tambahan dari tubuh ke udara.
Konveksi. Pembuangan panas dari tubuh dengan cara arus udara konveksi sering dinamakan kehilangan panas dengan cara konveksi. Sebenarnya panas pertama kali harus dikonduksi ke udara dan kemudian dibawa menjauhi tubuh oleh arus konveksi. Orang telanjang yang duduk dalam ruangan yang sejuk kehilangan sekitar 12% panasnya dengan cara konveksi menjauhi tubuh.
Evaporasi. Bila air menguap dari permukaan tubuh, 0,58 kalori panas hilang untuk setiap gram air yang menguap. Air menguap secara insensibel dari kulit dan paru dengan kecepatan 600 ml per hari.

VI.              Mekanisme Peningkatan Pembuangan Panas

Pemanasan berlebihan area termostatik pre optik meningkatkan kecepatan pembuangan panas dari tubuh melalui dua jalan utama yaitu (1) dengan perangsangan kelenjar keringat untuk menimbulkan pembuangan panas secara penguapan dari tubuh dan (2) dengan penghambatan pusat-pusat simpatis di hipotalamus posterior; hal ini menghilangkan tonus vasokonstriktor normal pada pembuluh kulit, karena itu memungkinkan vasodilatasi dan kehilangan banyak panas dari kulit.

VII.     Penatalaksanaan Demam
a.      Secara fisik
§  Mengawasi kondisi klien dengan : Pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan  pula apakah mata anak cenderung melirik ke atas atau apakah anak mengalami kejang-kejang. Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya suplai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel-sel otak. Dalam keadaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya fungsi intelektual tertentu.
§  Bukalah pakaian dan selimut  yang berlebihan
§  Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
§  Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak yang akan berakibat rusaknya sel – sel otak.
§  Berikan cairan  melalui mulut, minum sebanyak –banyaknya
Minuman yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannnya adalah agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya.
§  Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
§  Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak,lipat paha. Tujuannya untuk menurunkan suhu tubuh dipermukaan tubuh anak. Turunnya suhu tubuh dipermukaan tubuh ini dapat terjadi karena panas tubuh digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Jangan menggunakan air es karena justru akan membuat pembuluh darah menyempit dan panas tidak dapat keluar. Menggunakan alkohol dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi (keracunan).
§  Saat ini yang lazim digunakan adalah dengan kompres hangat suam-suam kuku. Kompres air hangat atau suam-suam kuku maka suhu di luar terasa hangat dan tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan demikian tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan pengatur suhu tubuh lagi. Di samping itu lingkungan luar yang hangat akan membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar atau mengalami vasodilatasi, juga akan membuat pori-pori kulit terbuka sehingga akan mempermudah pengeluaran panas dari tubuh.

b.      Obat-obatan Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu di hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus direndahkan kembali menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas diatas normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi.
Petunjuk pemberian antipiretik:
a.       Bayi 6 – 12 bulan : ½ - 1 sendok the sirup parasetamol
b.      Anak 1 – 6 tahun : ¼ - ½ parasetamol 500 mg atau 1 – 1 ½ sendokteh sirup parasetamol
c.       Anak 6 – 12 tahun : ½ 1 tablet parasetamol 5oo mg atau 2 sendok the sirup parasetamol.
Tablet parasetamol dapat diberikan dengan digerus lalu dilarutkan dengan air atau the manis. Obat penurun panas in diberikan 3 kali sehari. Gunakan sendok takaran obat dengan ukuran 5 ml setiap sendoknya.




BAB III

RESUME



A.    STUDI KASUS PASIEN

An. D umur 2 tahun, laki-laki , dengan diagnosa ensefalitis. Keadaan umum : klien tampak masih lemah, kesadaran apatis, terpasang infus di tangan kanan D5% 480/20/5 tetes makro per menit. Keadaan kulit lembab, suhu 38,8º C, hangat, turgor kembali cepat kurang dari 2 detik, elastis, berat badan 12,4 kg, tinggi badan 90 cm, lingkar lengan 16 cm.
Terapi obat : Infus D5% 480/20/5 tetes per menit makro, Injeksi Cefotaxim 3 x 500 mg IV, Kloramfenikol 3 x 500 mg, Mersitrophil 3 x 20 mg  Po. Parasetamol 3 x  12,5 mg, luminal 3 x 150 mg, Depaken syrup 2 x 3,5 mg , Ambroxol 3 x 6 mg. Diet : 3 x 200 ml cair (bahan dasar lactogen II), 6 x 150 ml lactogen II. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb : 8,8 gr/dl ,Ht : 26 %, Leucosit  :10.600 mmol/L, Trombosit: 470.000 I/U
Untuk pengkajian perkembangan pada An. D, tidak ada yang mengalami keterlambatan pada semua sektor, perkembangan sesuai dengan umur.
An. D pernah dirawat di rumah sakit sebelum sakit kali ini , saat ini  dibawa ke rumah sakit karena keluhan panas yang disertai kejang, pilek, dan muntah. Sebelumnya klien dirawat di RS Mitra keluarga kemudian dirujuk ke RSDK dengan diagnosa ensefalitis.
Pada An. D ditemukan diagnosa keperawatan : perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral, ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan produksi sputum yang berlebihan, peningkatan suhu tubuh b.d reaksi infeksi, kerusakan integritas kulit b.d immobilitas.

B.     HASIL DISKUSI DENGAN EXPERT

       Expert I (Residen Anak, dr. M)
Penyebab tersering dari Ensepalitis adalah virus, pada kasus An D yang memiliki riwayat Brpn seperti lingkaran setan antara ensepalitis dan bronkopeumonia dimana ensepalitis dapat menyebabkan bronkopneumonia dan sebaliknya. Pada pasien kejang dibawah usia 12 bulan harus dilakukan LP, karena apabila pasien mengalami kejang untuk yang pertama kali pada usia kurang dari 12 bulan, dicurigai adanya proses penyebaran kuman TB. Bila pasien terinfeksi TB pada usia 3 bulan, maka dalam waktu 1 bulan kuman TB yang dari paru menyebar lewat pembuluh limfe sampai keotak. Tabi bila penyebaran lewat hematogen antara 4 – 7 bulan baru sampai ke otak. 
Untuk menegakkan diagnosa ensepalitis pemeriksaan terpenting adalah pemeriksaan Liquor Cerebro Spinal dengan prosedur Lumbal Punctie dan pemeriksaan lain seperti pemeriksaan hematologi, kimia klinik. Pemeriksaan LCS pada pasien encefalitis : warna  jernih / apolesen, tekanan normal/ sedikit meninggi, jumlah sel 5 – 1500 / mm3 dengan MN dominan, kimia meliputi protein meningkat denga glukosa menurun hampir sama dengan glukosa darah.
Penatalaksanaan secara umum adalah : Anti konvulsif (im/iv ), Antipiretik (asetosol/parasetamol) à bila keadaan sudah memungkinkan pemberian oba per oral, Glukosa 20%, 10 ml iv untuk menghilangkan udema otak, Kortikosteroid im/iv untuk menghilangkan udema sel otak      ( dosis tinggi), Oksigen sesuai indikasi, Fisioterapi jangka panjang
       2.  Expert II ( Perawat Anak )
Masalah keperawatan yang sering muncul pada pasien ensepalitis dan terjadi penurunan kesadaran adalah : bersihan jalan nafas tidak efektif, penurunan perfusi serebral, resiko tinggi cidera (kontraktur), gangguan integritas kulit sehubungan dengan imobilisasi
Tindakan perawatan yang bisa dilakukan adalah membebaskan jalan nafas, memantau tingkat kesadaran, memberikan oksigen sesuai instruksi, memonitor tanda-tanda vital, memberikan obat anti konvulsi, dan yang terpenting adalah memantau efek dari imobilisasi yang lama seperti terjadinya pneumonia ortostatik sehingga perlu dievalusi status respirasi setiap 4-6 jam sekali, memberikan terapi antibiotik untuk mencegah komplikasi, adanya luka dekubitus sehingga perlu melakukan alih baring setiap 2 jam sekali.

C.    PERMASALAHAN
1.      Bagaimanakah mekanisme pengaturan suhu tubuh pada anak ?
2.      Bagaimana efektifitas kompres  dalam menurunkan suhu tubuh?



BAB IV

PEMBAHASAN


Dalam  bab ini penulis akan melakukan pembahasan mengenai permasalahan yang dimunculkan sesuai dengan kontrak belajar yang ingin penulis capai. Pembahasan mengacu pada pengelolaan kasus resume yaitu pada An. D dengan Ensefalitis. Ruang lingkup pembahasan sesuai dengan tujuan yang tertulis pada kontrak belajar yaitu mengenai pengelolaan anak dengan gangguan termoregulasi hipertermi pada ensefalitis. Teknik pembahasan yaitu dengan menggunakan pendekatan kasus di klinik dan membandingkannya dengan teori yang ada dalam tinjauan teori.
Bila kecepatan pembentukan panas tepat sama seperti kecepatan kehilangan, maka dikatakan dikatakan berada dalam keseimbangan panas. Tetapi bila keduanya di luar keseimbangan, panas tubuh dan suhu tubuh jelas akan meningkat atau menurun. Jika suhu tubuh berada di atas batas normal biasa akan dapat dikatakan demam (Guyton, 1990). Pada An. D alasan masuk rumah sakit adalah karena panas, batuk dan kejang hingga mengalami penurunan kesadaran selama perawatan. Menurut Guyton (1990) suhu tubuh yang berada di atas batas normal biasa bisa dikategorikan demam. Sedangkan suhu normal berdasarkan usia An. D (2 tahun) menurut Engel (1998) adalah 37,2ºC.  An. D dengan suhu 38,8ºC menunjukkan telah terjadi kenaikan suhu karena telah melebihi dari normal yaitu 37,2º C. Sedangkan menurut dr.Julia SpA batasan demam jika suhu tubuh lebih dari 37,8ºC.
Jadi, suhu anak D sebesar 38,8º C bisa dikategorikan ke dalam demam dan telah memicu terjadinya kejang demam. Dengan suhu sekian yang masih dikategorikan rendah, An. D ternyata telah mengalami kejang. Hal ini dikarenakan tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, mungkin An. D memiliki ambang kejang yang rendah. Ngastiyah (1997) menyatakan bahwa tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 ºC sedang anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi bila suhu mencapai 40 ºC atau lebih. Selain karena panas, kejang juga disebabkan karena kerusakan otak yang disebabkan peradangan infeksi ensefalitis.
Demam yang terjadi pada An. D karena pembentukan panas dalam tubuh An. D melebihi pengeluaran panas dalam tubuhnya. Demam hampir selalu diidentikkan dengan terjadi infeksi padahal cukup banyak keadaan yang dapat menimbulkan demam, misal karena keganasan, penyakit kolagen dan penyakit metabolik. Demam yang terjadi tiba-tiba dan sangat tinggi biasanya disebabkan oleh virus (Julia, 2000). Selain itu demam juga dapat merupakan reaksi tubuh akibat terjadinya perubahan kondisi anak seperti misal setelah imunisasi atau pertumbuhan gigi (Sophia, 2003)
Berdasarkan hasil pengkajian, panas yang ditemukan pada An. D karena akibat proses infeksi pada otaknya yaitu ensefalitis. Ensefalitis adalah reaksi radang didaerah otak yang disebabkan oleh invasi mikroorganisme baik virus, bakteri, protozoa, spirochaeta, jamur, cacing, atau reaksi radang akibat adanya infeksisistemik atau vaksinasi. Anak yang menderita ensefalitis tampil dengan gambaran klinik suhu mendadak naik, sering mengeluh nyeri kepala, muntah, kejang, kesadaran dengan cepat menurun. (Harsono, 1996). Adanya infeksi akibat zat asing yang mungkin berupa virus atau bakteri masuk dalam tubuh sehingga merangsang sistem pertahanan tubuh dengan dilepaskannya pirogen.
Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya demam pada An. D maka harus dikuasai termoregulasi atau pengaturan suhu tubuh. Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh melanisme umpan balik saraf dan hampir semua mekanisme ini bekerja melalui pusat pengaturan suhu yang terletak pada hipotalamus atau set point hipotalamus. Mekanisme pengaturan suhu hipotalamus keseluruhan disebut sebagai termostat hipotalamus. Bila kecepatan pembentukan panas tepat sama seperti kecepatan kehilangan maka dikatakan tubuh berada dalam keseimbangan panas. Agar mekanisme umpan balik ini bekerja. Juga harus terdapat detektor suhu untuk menentukan bila suhu tubuh menjadi terlalu panas atau dingin. Pada orang normal, termostat ini diatur pada suhu 36,5 –37,2 C. sedangkan pada keaiakn suhu lebih dari 41,2 C disebut hiperpireksi (Sinarty,2003). An. D telah terjadi kenaikan suhu tubuh (demam) dengan suhu 38,8ºC.
Guyton (1990) menyatakan demam berarti suhu tubuh di atas batas normal biasa. Demam pada An. D ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh (respon imun) terhadap infeksi yang berupa bakteri atau virus yang masuk dalam tubuh. Bila ada infeksi atau zat asing masuk ke tubuh akan merangsang sistem pertahanan tubuh dengan dilepaskannya pirogen. Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui reseptor suhu yang terdapat dalam tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di hipotalamus. Dalam hipotalamus ini akan dirangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin (PGEZ). Ini akan menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara menyempitkan pembuluh darah tepi dan menghambat sekresi kelenjar keringat. Pengeluaran panas akan menurun sehingga terjadilah ketidakseimbangan pembentukan dan pengeluaran panas. Akibatnya suhu An. D tinggi yaitu 38,8ºC dan tidak ada produksi kelenjar keringat, kulit An. D menjadi hangat dan kering. Suhu 38,8ºC ini akan merangsang aktivitas tentara tubuh (sel makrofag dan sel limfosit T) untuk memerangi zat asing tersebut dengan meningkatkan proteolisis yang menghasilkan asam amino yang berperan dalam pembentukan anti bodi atau sistem kekebalan tubuh (Sinarty,2003).
Kemudian berdasarkan hasil diskusi dengan expert dr. F dan dari literatur (Julia,2000) mengenai penatalaksanaan demam pada anak dapat dilakukan secara fisik dan obat-obatan atau kombinasi keduanya. Pengobatan sifatnya simptomatik dan penyebabnya. Bila anak demam pemberian antipiretik hampir selalu dilakukan untuk pengobatan simptomatik. Antipiretik bekerja dengan mencegah pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase  sehingga set point hipotalamus direndahkan kembali menjadi normal. Penurunan pusat pengaturan suhu akan diikuti respon fisiologis berupa penurunan aliran darah ke kulit serta peningkatan pelepasan panas melalui kulit secara radiasi, konveksi dan penguapan sesuai dengan cara kehilangan panas dari tubuh. Pada An. D ini diberikan antipiretik parasetamol dengan dosis sesuai usia An. D 2 tahun 12,5 mg 3 kali sehari. Selama perawatan pemberian parasetamol tetap diberikan karena suhu tetap berkisar antara 38– 38,7 ºC, meskipun tetap ada penurunan suhu. Selain itu juga diberikan pengobatan untuk mengatasi penyebab yaitu dengan pemberian antibiotika. Antibiotika perlu diberikan untuk mengatasi adanya peradangan dalam area otaknya. Antibiotika yang diberikan untuk An. D diantaranya cefotaxim 500 mg, kloramfenikol 500 mg dan Mersitrophil 20 mg. Selain itu juga diberikan luminal 150 mg sebagai antikonvulsi karena sering disertai dengan kejang.
Sedangkan penatalaksanaan demam yang sifatnya fisik di antaranya dengan pemantauan suhu tubuh secara berkala. Kedua, memberi minum pada An. D seperti susu sesuai program dengan tujuan agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu badan memperoleh gantinya. Ketiga, tidak memakaikan pakaian yang tebal atau membungkus anak dengan selimut, karena pakaian yang tebal dan tertutup justru akan meningkatkan suhu badan anak dan menghalangi penguapan. Ke empat, dengan mengompres menggunakan air hangat pada bagian ketiak dan leher. Dengan pemberian kompres air hangat atau suam-suam kuku maka suhu di luar terasa hangat dan tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu di luar cukup panas. Dengan demikian tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan pengatur suhu tubuh lagi. Di samping itu lingkungan luar yang hangat akan membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar atau mengalami vasodilatasi, juga akan membuat pori-pori kulit terbuka sehingga akan mempermudah pengeluaran panas dari tubuh.
Pemakaian kompres air hangat terbukti efektif menurunkan suhu tubuh anak demam dan membuat anak menjadi nyaman. Bahkan ada yang menganjurkan agar anak demam bukan hanya di seka atau dilap dengan handuk hangat, tapi dimandikan dengan air hangat dengan tujuan mengompres dan membersihkan tubuh anak dari kuman-kuman yang ada di kulitnya. Jadi tidak benar bila anak demam tidak boleh mandi.



BAB V
KESIMPULAN


A.               KESIMPULAN

Demam merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan suhu tubuh hingga 38ºC atau lebih, dapat disebabkan karena infeksi maupun keadaan penyakit lain seperti ganggguan otak sendiri, tumor atau dehidrasi. Pengobatan symtomatik demam bertujuan untuk mengurangi resiko demam tinggi dan kejang demam, mengurangi pemakaian energi pada pasien dan memberikan kenyamanan pada pasien. Penatalaksanaan demam dapat dilakukan secara fisik (kompres, minum banyak, mengurangi pakaian yang berlebihan, aliran udara ruangan, jalan nafas harus terbuka)  atau kombinasi keduanya.

B.                SARAN

1.    Perlu diajarkan pada orang tua mengenai teknis pelaksanaan kompres yang efektif pada anak dengan panas.
2.    Sebaiknya ruangan perlu menetapkan suatu pedoman pemberian kompres (misal kompres air hangat) agar lebih dirasakan manfaatnya bagi pasien untuk efektifitas penurunan panas.














DAFTAR PUSTAKA




1.      Abdul Rokhim, (2002). Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta, Salemba Medika
2.      Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. Jakarta, EGC.
3.      Engel, Joyce. (1998). Pengkajian  Pediatrik. Ed. 2. Jakarta, EGC.
4.      Guyton, Arthur C. (1990). Fisiologi manusia danmekanisme penyakit. Ed. 3. Jakarta, EGC.
5.      Guyton, Arthur C. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 9. Jakarta, EGC.
6.      Harsono. (1996). Buku Ajar Neurologi Klinis. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indoneseia. Gadjah Mada University Press.
7.      Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta, EGC..
8.      Julia Klaartje Kadang, SpA (2000). Metode Tepat Mengatasi Demam. www. Google. Com
9.      Sinarty hartanto. (2003). Anak Demam Perlu Kompres. www. Pediatrik. Com/knal.php
10.  Sophia Theophilus. (2003). Apa Yang Perlu Diperhatikan Bila Anak Demam. www. Kompas. Com
11.  Soetomenggolo S. taslim, Ismael Sofyan. (1996). Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta, IDAI
12.  Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak II. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta, FKUI.

No comments:

Post a Comment