Tuesday, June 12, 2018

PENYIAPAN ALAT DAN LANGKAH LANGKAH UNTUK PERAWAT DALAM MENGIKUTI OPERASI LAMINEKTOMI

OPERASI LAMINEKTOMI

LANGKAH-LANGKAH DAN PENYIAPAN ALAT DAN BARANG HABIS PAKAI UNTUK PERAWAT BEDAH

SIGN IN
  • Set Spine 1
  • Set alat tambahan laminektomi
  • Set Pedical Screw
  • Duk BU 2
  • Waskom
  • Handle lampu
  • Selang suction
  • Bipolar
  • Menyiapkan BHP 
  • Pisau no 23
  • Hepafix
  • PSufratul
  • Hansdcoon steril
  • Benang safil 2.0
  • Benang safil 1
  • Benang side 2.0
  • Premilene 3.0
  • Drain steril
  • Pedical screw
  • Rod
  • Croslink
  • Nacl
  • Povidon iodine

Menyiapkan Kamar Operasi

  • Lampu operasi
  • Mesin ESU
  • Wadah dan botol suction
  • Tempat waskom
  • Meja instrumen
  • Tempat plastik sampah 
  • Countainer instrumen kotor

Timbang Terima Pasien di Loket

  1. Melakukan serah terima dengan perawat ruangan
  2. Melakukan konfirmasi pasien
  3. Cek identitas gelang pasien
  4. Cek lokasi operasi
  5. Cek prosedur
  6. Cek persetujuan operasi
  7. Menanyakan apakah pasien sudah berpuasa
  8. Cek apakah ada gigi palsu atau perhiasan
  9. Menanyakan pasien apakah ada alergi obat
  10. Mengecek dua akses intravena
  11. Mengantar pasien ke kamar operasi
  12. Menyaipakan posisi pasien seuai kebutuhan setelah terbius


  • Rekam medis
  • Gelang identitas
  • Lokasi operasi
  • Lembar inform concent

TIME OUT

  • Perawat melakukan scrubing
  • Memakai baju operasi steril dan memakai hanscoon steril
  • Menyiapkan alat
  • Melakukan desinfektan di area operasi
  • Melakukan draping
  • Memberikan kabel couter dan selang suction ke perawat sirkuler
  • Memasang handle lampu steril
  • Melakukan time out
  • Memperkenalkan anggota
  • Melakukan konfirmasi nama pasie, no rm, diagnosis, tindakan dan lokasi insisi
  • Menanyakan antibiotik profilaksis sudah di masukan apa belum
  • Menanyakan pada bidang bedah apakah ada kenadala selama operasi, estimasi waktu, antisipasi kehilangan darah
  • Menanyakan pada bidang anastesi apakah ada hal yang perlu di perhatikan
  • Menanyakan pada perawat instrumen apakah kesetrilan alat sudah seteril dan apakah ada alat khusus
  • Menantyakan apakah foto terpasang
  • Melakukan doa sebelum insisi
  • Baju operasi
  • Handscoon steril
  • Duk steril  
  • Povidon iodine 10%
  • Mangkok cina, kom kecil, Klem
  • Handle lampu
  • Lembar time Out

INTRA OPERASI
  • Berikan mes menggunakan bengkok
  • Insisi sesuai marking
  • Buka lapiasn demi lapisan dengan menggunakan couter
  • Kontrol perdarahan
  • Pasang sprider kecil untuk menahan lapisan lemak
  • Buka lapisan ke bawah lagi sampai ketemu tulang 
  • Berikan sprider besar untuk menahan otot
  • Bebaskan tulang dari otot oto yang menempel menggunakan couter dan coup
  • Siapkan set pedical screw
  • Siapkan Owl,, Pedicale Hole, Filer, Hamer
  • Lubangi bagian ligamen samping menggunakan Owl
  • Buat lubang sccrew menggunakan Pedical Hole
  • Masukkan filer untuk memberi tanda
  • Siapkan screw
  • Pasang screw menggunakan screw driver
  • Pasang sesuai kebutuhan
  • Rapikan bagian tulang lamina menggunakan Karison
  • Bersihkan lubang menggunakan Screw desektor
  • Pasang rod
  • Kunci dengan Nut
  • Kencangkan semua baut
  • Satukan 2 sisi menggunakan Croslink sesuai panjang
  • Bilas dengan air
  • Cek perdarahan dengan Pinset
  • Pisau 
  • Couter
  • Sprider hak
  • Coup
  • Owl
  • Pedical screw
  • Filer
  • Pedical hole
  • Hamer
  • Rod holder
  • Banding
  • Karison
  • Knabel
  • Sleve
  • Screw desektor
  • SIGN OUT
  • Hitung alat dan kasa
  • Pasang drain
  • Jahit drain dengan side 2.0
  • Jahit fasia dan otot menggunakan safil 1
  • Jahit lemak dengan safil 2.0
  • Jahit kulit dengan T lene 3.0
  • Bersihkan luka dengan aqua steril
  • Tutup luka dengan sufratul
  • Beri kasa dobel
  • Tutup dengan hepafik
  • Masukan alat kotor ke dalam kotainer
  • Bawa ke cssd
  • Kasa steril 7x8
  • Gunting benang
  • Nedle holder
  • Pinset
  • Hak kecil
  • Benang jahit
  • Sufratul
  • hepafix

POST OPERASI
  • Memindahkan pasien ke ruang pemulihan
  • Memonitor TTV pasien
  • Menilai Aldarte score pasien
  • Melakukan serah terima dengan perawat bangsal
  • Status pasien
  • Monitor 


Thursday, January 15, 2015

ESAY KONTRAK BELAJAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CIDERA KEPALA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usis produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganannya di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke Rumah Sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.
Cedera kepala paling sering dan penykit neurologik, merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunya akibat cedera kepala, dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawat di Rumah Sakit.
Pada kelompok ini antara 50.000 - 90.000 orang setiap tahun mengalami penurunan intektual atau tingkah laku yang menghambat kembalinya mereka menuju kehidupan normal. Dua pertiga dari kasus ini berusia di bawah 30 tahun, dengan jumlah laki-laki lebih banyak, karena adanya kadar alcohol dalam darah yang terdeksi lebih dari 50%pasien cedera kepala.
Lebih dari setengah dari semua pasien cedera kepala berat mempunyai signifikansi terhadap  cedera bagian tubuh lain. Adanya syok hipovolemia pada pasien cedera kepala biasanya terjadi akibat cedera tubuh yang lain. 

B.     Tujuan penulisan
1.      Tujuan umum
Setelah membaca makalah ini mahasiswa diharapkan mampu untuk  menjelaskan dan mengaplikasikan asuhan keperawatan klien dengan cedera kepala di Rumah Sakit.

2.      Tujuan khusus
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang :
a.       Definisi cedeara kepala
b.      Etiologi cedera kepala
c.       Klasifikasi cedera kepala
d.      Manifestasi cedera kepala
e.       Patofisiologi cedera kepala
f.       Penatalaksanaan cedera kepala
g.      Defenisi penurunan kesadaran
h.      Tingkat kesadaran
i.        Cara penilaian GCS (glassgow coma scale)
j.        Askep cedera kepala



BAB II
TINJAUAN TEORI

1.      Definisi
Cedera kepala dapat bersifat terbuka (menembus melalui duramater) atau tertutup (trauma tumpul, tanpa penetrasi melalui dura). Cedera kepala terbuka memungkinkan patogen lingkungan memiliki akses langsung ke otak. Kerusakan terjadi pada kedua jenis cedera apabila pembuluh darah, sel glia, dan neuronrusak atau hancur. Kerusakan otak dapat terjadi setelah cedera berat apabila perdarahan dan inflamasi menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, (Elizabeth J. Corwin, 2009).
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik, dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Resiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, (Suzzane C. & Brenda G, 2002).

2.      Etiologi
Penyebab cedera kepala diantaranya adalah :
a.       Kecelakaan mobil
b.      Perkelahian
c.       Jatuh
d.      Cedera olahraga
e.       Cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh luka karena peluru atau pisau,
 (Elizabeth J. Corwin, 2009).

3.      Patofisiologi
Tekanan intrakranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah intrakranial, dan cairan cerebrospinal (CSS) didalam tengkorak pada satu bagian satuan waktu. Keadaan normal dari tekanan intrakranial bergantung pada posisi pasien dan berkisar atau kurang sama dengan 15 mmHg.
Ruang kranial yang kaku berisi jaringan otak (1400 g), darah (75 ml), dan cairan cerebrospinal (75 ml). Volume dan tekanan pada ketiga komponen ini saling berhubungan dengan keadaan keseimbangan. Hipotesa Monro-Kellie menyatakan bahwa karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi didalam tengkorak, adanya peningkatan salah satu dari komponen ini menyebabkan perubahan pada volume yang lain, dengan mengubah posisi atau menggeser CSS, meningkatkan absorbsi CSS, atau menurunkan volume darah cerebral. Tanpa adanya perubahan, tekanan intrakranial akan naik.
Dalam keadaan normal, perubahan ringan pada volume darah dan volume CSS yang konstan ketika ada perubahan tekanan intratorakal (seperti batuk, bersin, tegang), perubahan bentuk dan tekanan darah, fluktuasi kadar gas arteri. Keadaan patologis seperti cedera kepala, stroke, lesi karena radang, tumor otak, atau bedah intrakranial mengubah hubungan antara volume intrakranial dan tekanan.
Aliran darah cerebral. Peningkatan TIK secara signifikan menurunkan aliran darah dan menyebabkan iskemia. Bila terjadi iskemia komplet dan lebih dari 3 sampai 5 menit, otak akan menderita kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Pada keadaan iskemia cerebral pusat vasomotor terstimulasi dan tekanan sistemik meningkat untuk mempertahnkan aliran darah. Keadaan ini selalu disertai dengan lambatnya denyutan pembuluh darah dan pernapasan yang tidak teratur. Perubahan dalam tekanan darah , frekuensi nadi dan pernapasan adalah adalah gejala klini yang penting yang memperlihatkan peningkatan tekanan intra kranial (TIK).
Konsentrasi karbondioksida dalam darah dan dalam jaringan otak juga berperan dalam pengaturan aliran darah cerebral. Tingginya tekanan karbondioksida parsial menyebabkan dilatasi pembuluh darah cerebral, yang berperanan penting dalam peningkatan aliran darah cerbral dan peningkatan TIK, sebaliknya penurunan PaCO2 menyebabkan vasokonstriksi. Menurunnya darah vena yang keluar dapat meningkatkan volume darah serebral yang akhirnya menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
Edema cerebral. Edema atau pembengkakan serebral terjadi bila air yang ada peningkatan didalam sisitem saraf pusat. Adanya tumor otak dihubungkan dengan produksi yang berlebihan dari hormon antidiuretik, yang hasilnya terjadi retensi urine. Bahkan adanya tumor kecil dapat menimbulkan peningkatan TIK yang besar.
Peningkatan tekanan intrakranial sebagai efek sekunder. Walaupun peningkatan TIK sering dihubungkan dengan cedera kepala, namun tekanan yang tinggi dapat terlihat sebagai pengaruh sekunder dari kondisi lain : tumor otak, perdarahan subarakhnoid, keracunan dan ensefalopati virus. Sehingga peningkatan TIK adalah penjumlahan dari faktor fisiologis. Peningkatan TIK dari penyebab apapun mempengaruhi perfusi cerebral dan menimbulkan distorsi dan bergesernya otak.
Respon serebral terhadap peningkatan TIK. Ada dua keadaan penyesuaian diri terhadap peningkatan TIK yaitu kompensasi dan dekompensasi.
Kompensasi. Selama fase kompensasi, otak dan komponennya dapat mengubah volumenya untuk memungkinkan pengembangan volume jaringan otak. TIK selama fase ini, kurang dari tekanan arteri, sehingga dapat mempertahankan tekanan perfusi cerebral. Pasien dalam kondisi seperti ini tidak menunjukkan adanya perubahan fungsi neurologis.
Tekanan perfusi cerbral (TPS) dihitung dengan mengurangi nilai TIK dari tekanan arteri rata-rata (TAR). Nilai normal TPS adalah 60 sampai 150 mmHg. Mekanisme autoregulator dari otak, mengalami kerusakan akan menyebabkan TPS lebih dari 150 mmHg atau kurang dari 60 mmHg. Pasien dengan TPS kurang dari 50 mmHg memperlihatkan disfungsi neurologis yang tidak dapat pulih kembali. Hal ini terjadi disebabkan oleh penurunan perfusi cerebral yang mempengaruhi perubahan keadaan sel dan mengakibatkan hipoksia cerebral.
Dekompensasi. Keadaan fase ini dimulai dengan tidak efektifnya kemampuan otak untuk mengkompensasi peningkatan tekanan, dalam keadaan volume yang sudah terbatas. Pada fase ini menunjukkan perubahan status mental dan tanda-tanda vital bradikardi, tekanan denyut nadi melebar, dan perubahan pernapasan. Pada titik ini, terjadi herniasi batang otak dan sumbatan aliran darah serebral dapat terjadi bila intervensi pengobatan tidak dilakukan. Herniasi terjadi bila bagian jaringan otak bergeser dari daerah tekanan tinggi ke daerah tekanan rendah. Herniasi jaringan berupa herniasi pergeseran sesuatu yang mendesak tekanan dalam daerah otak dan mengganggu suplai darah cerebral menyebabkan hipoksia cerebral yang menunjukkan “kematian otak”, (Suzzane C. & Brenda G, 2002).

4.      Manifestasi Klinik
Gejala-gejala yang muncul pada cedera lokal bergantung pada jumlah dan distribusi cedera otak. Nyeri yang menetap atau setempat, biasanya menunjukkan adanya fraktur.
Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur, dan karena alasan ini diagnosis yang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar-x.
Fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga ditulang temporal, juga sering menimbulkan hemoragi dari hidung, faring, atau telinga dan darah terlihat dibawah konjungtiva. Syatu area ekimosis, atau memar, mungkin terlihat di atas mastoid (tanda battle). Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telinga (otorea cairan cerebrospinal) dan hidung (rinorea serebrospinal). Keluarnya cairan cerebrospinal merupakan masalah serius karena dapat menyebabkan infeksi seperti meningitis, jika organisme masuk kedalam isi kranial melalui hidung, telinga atau sinus melalui robekan pada dura.
Laserasi atau kontusio otak ditunjukkan oleh cairan spinal berdarah, (Suzzane C. & Brenda G, 2210:2002).
Pada saat TIK meningkat pada titik dimana kemampuan otak untuk menyesuaikan diri telah mencapai batasnya fungsi saraf yang terganggu dimanifestasi dengan perubahan tingkat kesadarn dan respirasi serta respons vasomotor abnormal.
Tingkat responsivitas/kesadaran adalah indikator paling penting terhadap kondisi pasien. Tanda paling dini dari peningkatan TIK adalah letargi, lambatnya bicara dan lambatnya respons verbal bahkan hal ini menjadi indikator awal.
Adanya perubahan tiba-tiba pada kondisi pasien seperti gelisah (tanpa penyebab yang nyata), terlihat konfusi atau menunjukkan peningkatan mengantuk. Tanda-tanda ini dapat diakibatkan dari kompresi otak karena pembengkakan akibat akibat hemoragi atau edema atau meluaskannya les intrakranial (hematoma atau tumor), atau kombinasi keduanya.
Pada tekanan yang tinggi, pasien bereaksi hanya terhadap suara yang keras dan stimulus nyeri. Pada keadaan ini terdapat gangguan yang serius pada sirkulasi otak yang memungkinkan pada suatu tempat ddan membutuhkan intervensi pembedahan segera, (Suzzane C. & Brenda G, 2214-2215:2002).

5.      Penatalaksanaan
Individu dengan cedera kepala diasumsikan mengalami cedera medulla servikal sampai terbukti demikian. Dari tempat tempat kecelakaan, pasien dipindahkan dengan papan di mana kepala dan leher dipertahankan pada kepala, dan kolar servikal dipasang dan dipertahankan sampai sinar – X medulla servikal didapatkan dan diketahui tidak ada cedera medulla spinallis servikal.
Semua terapi diarahkan untuk mempertahankan homeostasis otak dan mencegah kerusakan otak sekunder. Tindakan ini mencakup stabilisasi kardiovaskuler dan fungsi pernapasan untuk mempertahankan pefusi serebral adekuat. Hemoragi terkontrol, hipovolemia diperbaiki, dan nilai gas darah dipertahankan pada nilai yang diinginkan.
Tindakan terhadap peningkatann peningkatan TIK. Pada saat otak yang rusak membengkak atau terjadi penumpukan darah yang cepat, terjadi peningkatan TIK dan memerlukan tindakan segera. TIK dipantau dengan ketat dan bila meningkat, keadaan ini diatasi dengan mempertahankan oksigenasi adekuat, pemberian manitol, yang mengurangi edema serebral, dengan dehidrasi osmotik, hiperventilasi, penggunaan steroid, peningkatan kepala tempat tidur, dan kemungkinan intervensi bedah neuro. Pembedahan diperlukan untuk evakuasi bekuan darah, dan jahitan terhadap laserasi kulit kepala berat. Alat utnuk memantau TIK dapat dipasang selam pembedahan atau dengan aseptik ditempat tidur. Pasien dirawat diunit perawatan intensif dimana ada perawatan ahli keperawatan dan medis.
Tindakan pendukung lain. Tindakan juga mencakup dukungan ventilasi, pencegahan kejang, dan pemeliharaan cairan dan elektrolit dan keseimbangan nutrisi. Pasien cedera kepala berat yang koma diintubasi dan diventilasi mekanis untuk mengontrol dan melindungi jalan nafas. Heperventilasi terkontrol juga mencakup hipokapnia, yang mencegah vasodilatasi, menurunkan aliran darah serebral, menurunkan volume darah serebral, dan kemudian menurunkan TIK.
Karena kejang umum terjadi setelah ceedera kepala dan dapat menyebabkan kerusakan otak sekunder karena hipoksia, terapi antikonvulsan dapat dimulai.
Bila pasien sangat teragitasi, klorpomazin dapat diberikan untuk menenangkan pasien tanpa menurunkan tingkat kesadaran. Selang nasogastrik dapat dipasang, bila motilitas lambung menurun dan peristaltik terbalik dikaitkan dengan cedera kepala dengan membuat regurgitasi umum pada beberapa jam pertama, (Suzzane C. & Brenda G,2002).
      Gegar otak ringan dan sedang biasanya diterapi dengan observasi dan tirah baring. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh darah yang pecah melalui pembedahan dan evakuasi hematoma. Mungkin diperlukan debridement melalui pembedahan (penngeluaran benda asing dan sel yang mati), terutama pada cedera kepala terbuka. Dekompresi melalui pengeboran lubang didalam otak yang disebut borr hole, mungkin diperlukan.Mungkin dibutuhkan ventilasi mekanis. Antibiotik diperlukan untuk cedera kepala terbuka guna mencegah infeksi. Metode untuk menurunkan tekanan intrakranial dapat mencakup pemberian diuretik dan obat anti inflamasi, (Ellizabeth J. Corwin, 2009).

6.      Evaluasi Diagnostik
a.       Pemeriksaan neurologi dan fisik awal memberin data dasar yang akan digunakan untuk perbandinagan pemeriksaan berikutnya. Pemeriksaan CT adalah alat diagnostik pencitraan primer dan ini bermanfaat dalam evaluasi terhadap jaringan lunak, (Suzzane C. & Brenda G,2002).
b.      MRI adalah perangkat yang lebih sensitif dan akurat, dapat mendiagnosi cedera akson difus, namun mahal dan kurang dapat diakses disebagian besar fasilitas, (Ellizabeth J. Corwin, 2009).
7.      Komplikasi
a.       Epilepsi Pasca Trauma
Epilepsia pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah otak mengalami sedera karena benturan di kepala. Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cedera. Kejang terjadi pada sekitar 10% penderita yang mengalami cedera kelapa hebat tanpa adanya luka tembus di kepala dan pada sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala.

b.      Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan bagia lobus frontalis di sebelahnya.
c.       Apraksia
Apraksia adalah ketidak mampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis ataun lobus frontalis.
d.      Agnosia
Agnosis merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran atau fungsi normal dari benda tersebut. Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalnya dengan baik atau benda-benda umum(misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka dapat melihat dan menggambarkan benda-benda tersebut. Penyebabnya adalah kelainan fungsi pada lobus parientalis dan temporalis, dimana ingatan akan benda-benda penting dan fungsinya disimpan.
e.       Amnesia
Amnesia adalah hilanya sebagian atau seluruhnya kemampuan untuk mengikat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu. Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti. Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa  yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesia retrograd) atau peristiwa yang terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan ( amnesia pascatrauma). Amnesia hanya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung pada beratnya cidera) dan akan menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesia bisa bersifat menetap.



BAB III
RESUME

A.    STUDI KASUS
An. V umur  13 tahun dengan post craniotomi indikasi EDH hasil pengkajian klen post kecelakaan lalu lintas langsung di rawat di Ruang HCU Bedah klien sudah sadar namun belum di buka jahitannya.
Klien masih diberikan terapi krena masih terasa nyeri pada bagian kepala post craniotomi.

B.     DISKUSI DENGAN EKSPERT
Menurut ekspert 1 (Residen bedah) dan ekspert 2 (Perawat bedah),  Epidural Hematom(EDH) adalah hematom yang terletak antara durameter dan tulang, biasanya sumber pendarahannya adalah robeknya Arteri meningica media (paling sering), Vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria), Vena emmisaria, Sinus venosus duralis. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang disertai lateralisasi (ada ketidaksamaan antara tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh) yang dapat berupa Hemiparese/plegi, Pupil anisokor,Reflek patologis satu sisi. Adanya lateralisasi dan jejas pada kepala menunjukkan lokasi dari EDH. Pupil anisokor/dilatasi dan jejas pada kepala letaknya satu sisi dengan lokasi EDH sedangkan hemiparese/plegi lataknya kontralateral dengan lokasi EDH, sedangkan gejala adanya lucid interval bukan merupakan tanda pasti adanya EDH karena dapat terjadi pada pendarahan intrakranial yang lain, tetapi lucid interval dapat dipakai sebagai patokan dari prognosenya makin panjang lucid interval makin baik prognose penderita EDH (karena otak mempunyai kesempatan untuk melakukan kompensasi). Craniotomy adalah suatu pembedahan untuk menghilangkan sebagian dari tulang tengkorak untuk tujuan mengoperasi jaringan, biasanya otak. Tulang ditutup kembali di akhir prosedur.

C.     PERMASALAHAN
1.      Bagaimana pengaruh craniotomi pada EDH?
BAB IV
PEMBAHASAN

A.    PENGARUH CRANIOTOMI PADA EDH
Epidural hematoma atau perdarahan ekstradura diartikan sebagai adannya penumpukandarah diantara dura dan tubula interna/lapisan bawah tengkorak. Lebih seringterjadi pada lobus temporal dan parietal
Epidural Hematom(EDH) adalah hematom yang terletak antara durameter dan tulang, biasanya sumber pendarahannya adalah robeknya Arteri meningica media (paling sering), Vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria), Vena emmisaria, Sinus venosus duralis. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang disertai lateralisasi (ada ketidaksamaan antara tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh) yang dapat berupa Hemiparese/plegi, Pupil anisokor,Reflek patologis satu sisi. Adanya lateralisasi dan jejas pada kepala menunjukkan lokasi dari EDH. Pupil anisokor/dilatasi dan jejas pada kepala letaknya satu sisi dengan lokasi EDH sedangkan hemiparese/plegi lataknya kontralateral dengan lokasi EDH, sedangkan gejala adanya lucid interval bukan merupakan tanda pasti adanya EDH karena dapat terjadi pada pendarahan intrakranial yang lain, tetapi lucid interval dapat dipakai sebagai patokan dari prognosenya makin panjang lucid interval makin baik prognose penderita EDH (karena otak mempunyai kesempatan untuk melakukan kompensasi). Craniotomy adalah suatu pembedahan untuk menghilangkan sebagian dari tulang tengkorak untuk tujuan mengoperasi jaringan, biasanya otak. Tulang ditutup kembali di akhir prosedur.


BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Cedera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan otak dari lapisan kulit kepala tulang tengkorak, durameter, pembuluh darah serta otaknya mengalami cedera baik yang trauma tertutup maupun trauma tembus. (Satya Negara, 1998 : 59)
Cedera kepala adalah kerusakan jaringan otak yang diakibatkan oleh adanya trauma (benturan benda atau serpihan tulang) yang menembus atau merobek suatu jaringan otak, oleh pengaruh suatu kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan akhirnya oleh efek percepatan perlambatan pada otak yang terbata pada kompartemen yang kaku. (Price & Wilson, 1995)
Penyebab cedera kepala adalah karena adanya trauma yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu:
1.      Trauma primer
Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi dan deselerasi), misal terkena lemparan benda tumpul.
2.      Trauma sekunder
Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, yang mengakibatkan perdarahan, hipotensi, TIK meningkat.

B.     Saran
Take care you body as gond as you can do, especially your head. Because it’s the most important part from our body”.


DAFTAR PUSTAKA

Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta


Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002,  NANDA

Doenges. Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
         Perencanaan dan Pendokumentasikan perawatan Pesien. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol 3. Jakarta : EGC

Price, Sylvia Anderson, 2005 patofiologi. Jakarta : penerbit buku kedokteran.ECG

ESAY KONTRAK BELAJAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CA MAMAE


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Suatu keadaan di mana sel kehilangan kemampuannya dalam mengendalikan kecepatan pembelahan dan pertumbuhannya. Normalnya, sel yang mati sama dengan jumlah sel yang tumbuh. Apabila sel tersebut sudah mengalami malignansi/ keganasan atau bersifat kanker maka sel tersebut terus menerus membelah tanpa memperhatikan kebutuhan, sehingga membentuk tumor atau berkembang “tumbuh baru” tetapi tidak semua yang tumbuh baru itu bersifat karsinogen. (Daniele gale 1996).
Setiap tahun di diagnosis 183.000 kasus baru kanker payudara di amerika serikat. Bukan hanaya kanker payudara saja lebih banyak mengenai wanita dari pada pria. Pada usia 85 satu dari sembilan wanita akan mengalami kanker payudara. Kemampuan pasien yang di diagnosis kanker payudara bertahan hidup masih mencapai 5 tahun sejak awal di diagnosis kanker payudara sekitar 93 %. Jika kanker telah menyebar secara regional saat di diagnosis kemampuan bertahan hidup selama 5 tahun menjadi 72 % dan untuk seseorang dengan metastasis yang luas saat di diagnosis kemampuan bertahan hidupnya hanya 18 %.

B.     TUJUAN PENULISAN
1.      Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan kontrak belajar, penulis mampu melakukan perawatan pada pasien CA mamae

2.      Tujuan Khusus
a.       Mampu memahami pengertian CA mamae.
b.      Mampu memahami penyebab CA mamae.
c.       Mampu memahami patofisiologi CA mamae.
d.      Mampu memahami penatalaksanaan CA mamae.
e.       Mampu melakukan perawatan pada CA mamae.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A.  PENGERTIAN.
Suatu keadaan di mana sel kehilangan kemampuannya dalam mengendalikan kecepatan pembelahan dan pertumbuhannya.
Normalnya, sel yang mati sama dengan jumlah sel yang tumbuh. Apabila sel tersebut sudah mengalami malignansi/ keganasan atau bersifat kanker maka sel tersebut terus menerus membelah tanpa memperhatikan kebutuhan, sehingga membentuk tumor atau berkembang “tumbuh baru” tetapi tidak semua yang tumbuh baru itu bersifat karsinogen. (Daniele gale 1996).

B.  ETIOLOGI
Penyebab spesifik dari kanker payudara secara spesifik belum diketahui. Adanya faktor hormonal, genetik serta lingkungan diduga sebagai sebagai faktor pencetus. Perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan pengaruh protein baik yang menekan atau meningkatkan perkembangan kanker payudara. Hormon steroid yang dihasilkan oleh ovarium mempunyai peran penting dalam kanker payudara. Hormon estradiol dan progesteron mengalami perubahan dalam lingkungan seluler yang dapat mempengaruhi faktor pertumbuhan bagi kanker.

C.  PATOFISIOLOGI
Neoplasma merupakan kelopmpok sel yang berubah dengan ciri prolifersai sel berlebihan dan tidak berguna yang tidak mengikuti pengaruh struktur jaringan sekitarnya. Neoplasma yang maligna terdiri dari sel-sel kanker yang menunjukkan proliferasi yang tidak terkendali sehingga mengganggu fungsi jaringan normal dengan menginfiltrasi dan memasuki dengan cara etastasis. Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel dimana telah terjadi transformasi maligna dan berubah menjadi sekelompok sel-sel ganas diantara sel normal. Proses jangka panjang terjadinya kanker adalah sebagai berikut :
    1.  Fase induksi : 15-30 tahun
    2.  Fase in situ : 1-5 tahun
 3.  Fase invasi
 4.  Fase desiminasi : 1-5 tahun 

D.  FAKTOR RESIKO
1.      Riwayat pribadi tentang kanker payudara.
       Risiko mengalami kanker payudara pada payudara sebelah nya meningkat
       hampir 1% setiap tahun
2.      Anak perempuan  atau saudara perempuan (hubungan keluarga langsung) dari wanita dengan kanker payudara. Resikonya meningkat  dua kali jika ibunya terkena kanker sebelum usia 60 tahun dan resiko meningkat 4-6 kali jika kanker payudara terjadi pada 2 orang saudara langsung.
3.      Menarkhe dini. Resiko meningkat pada wanita yang mengalami menstruasi sebelum usia 12 tahun.
4.      Nulipara dan usia maternal lanjut saat kelahiran anak pertama. Wanita yang mempunyai anak pertama setelahg usia 30 tahun mempunyai resiko 2 kali lipat untuk mengalami kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang mempunyai anak pertama pada usia sebelum 20 tahun.
5.      Menopause pada usia lanjut. Menopause setelah usia 50 tahun meningkatkan resiko untuk mengalami kanker payudara.
6.      Riwayat penyakit payudara jinak. Wanita yang mempunyai tumor payudara disertai perubahan epitel proliferatif mempunyai resiko 2 kali lipat untuk mengalami kanker payudara. Sedangkan wanita dngan hiperplasia tipikal mempunyai resiko 4 kali lipat.
7.      Pemajanan terhadap radiasi ionisasi setelah masa pubertas dan sebelum usia 30 tahun beresiko hampir 2 kali lipat.
8.      Kontraseptif oral. Wanita yang menggunakan kontraseptif oral beresiko tinggi untuk mengalami kanker payudara.
9.      Terapi penggantian hormon.
10.  Masukan alkohol.

E.  MANIFESTASI KLINIS
Kanker payudara dapat terjadi pada bagian mana saja tetapi kebanyakan terjadi pada kuadran atas terluar dimana sebagian besar jaringan payudara terdapat. Tanda awal adalah adanya lesi yang tidak terasa nyeri, terfiksasi dan keras dengan bats yang tidak teratur. Keluhan nyeri yang menyebar pada payudara dan nyeri tekan yang terjadi saat menstruasi biasanya berhubungan dengan penyakit payudara jinak.
Tanda dan gejal lanjut dari kanker payudara  meliputi kulit sekung (lesung), retraksi atau deviasi putting susu, dan nyeri, nyeri tekan atau rabas khususnya berdarah, dari putting. Kulit Peau d’ orange, kulit tebal dengan pori-pori yang menonjol sama dengan kulit jeruk, dan atau ulserasi pada payudara keduanya merupakan tanda lanjut dari penyakit.
Tanda dan gejala metastasis yang luas meliputi nyeri pada daerah bahu, pinggang, punggung bagian bawah, atau pelvis, batuk menetap, anoreksi atau berat badan yang turun, gangguan pencernaan, pusing,  penglihatan yang kabur dan sakit kepala.

F.  KLASIFIKASI KANKER PAYUDARA
Klasifikasi kanker payudara menurut WHO (1968) :
1.      Karsinoma duktal menginfiltrasi adalah tipe histologis yang paling umum merupakan 75% dari semua jenis kanker payudara. Kanker ini sangat jelas karena keras sat dipalpasi dan bermetastase ke nodus aksila. Prognosisnya lebih buruk dibandingkan tipe kanker yang lain.
2.      Karsinoma medular merupakan 6% dari kanker payudara dan tumbuh dalam kapsul dalam duktus. Prognosisnya lebih baik.
3.      Kanker musinus merupakan 3% dari kaknker payudara. Prognosisnya lebih baik dari tipe kanker payudara yang lain.
4.      Kanker duktal-tubular merupakan tipe yang jarang terjadi dan merupakan 2% dari kanker payudara dengan metastase aksilaris secara histologi tidak lazim. Prognosis sangat baik.
5.      Kanker inflamatori adalah tipe kanker payudara yang jarng (1%-2%) dengan gejal yang berbeda dengan kanker yang lain yaitu dengan nyeri tekan  dan sangat nyeri. Payudara secara abnormal membesar dan keras. Kulit diatas tumor merah dan agak kehitaman, sering terjadi edema dan retraksi puting susu.

G.  PEMERIKAAN PENUNJANG
1.  Laboratorium
     a. Morfologi sel darah
     b. laju endap darah
     c. Tes tumor marker (Carsino Embrionic Antigen / CEA) dalam serum atau
          plasma
     d. Pemeriksaan sitologik
2.  Tes diagnosa lainnya
a. Non invasif
    - Mamografi
    - Radiologi (thorak)
    - USG
    - MRI
    - Positive Emission Tomografi (PET)
b. Invasif
    - Biopsi (AJH)
    - Tru-Cut atau Core Biopsi
    - Insisi Biopsi
    - Eksisi Biopsi

H.  PENATALAKSANAAN MEDIS
1.   Pembedahan
a. Mastektomi Parsial
b. Mastektomi total dengan diseksi aksila rendah
c. Mastektomi radikal yang dimodifikasi
d. Mastektomi radikal
e. Mastektomi radikal yang diperluas
2.   Non pembedahan (paliatif)
a. Penyinaran
b. Kemoterapi
c. Terapi hormon dan endokrin

I.  KOMPLIKASI
Komplikasi utama adalah metastase jaringan sekitarnya yang melalui kelenjar limfe dan pembuluh darah ke organ-organ lain. Tempat yang sering terjadi metastase adalah paruparu, pleura, tulang dan hati.



BAB III
RESUME

A.    STUDI KASUS
Ny. W. umur 48 tahun dengan Ca Mamae klien mengeluh nyeri pada payudara kiri . Klien mersakan ada luka di bagian payudara kiri. Hasil pengkajian terdapat luka basah, berwarna kemerahan di payudara bagian kiri, kilen tampak meringis kesakitan / nyeri di bagian benjolan,
Pengobatan yang dilakukan: infus RL 20 tpm, ketorolak 30 mg / 12 jam, ranitidin 50 mg/ 12 jam, ceftriaxon 1 gram / 12 jam, serta tehnik relaksasi.
Diagnosa keperawatan yang muncul: nyeri dengan intervensi yang dilakukan adalah kaji tingkat nyeri, kaji tanda tanda vital klien, ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi pada klien, kolaborasi untuk pemberian terapi analgetik. Pemberian relaksasi pada pasien dengan keluhan nyeri sangat penting untuk meningkatan relaksasi yang dirasakan klien.

B.     DISKUSI DENGAN EKSPERT
Menurut ekspert 1 (Residen onkologi) dan ekspert 2 (Perawat), relaksasi adalah teknik mengatasi kekhawatiran/kecemasan atau stress melalui pengendoran otot-otot dan syaraf, itu terjadi atau bersumber pada obyek-obyek tertentu”. Relaksasi merupakan suatu kondisi istirahat pada aspek fisik dan mental manusia, sementara aspek spirit tetap aktif bekerja. Dalam keadaan relaksasi, seluruh tubuh dalam keadaan homeostatis atau seimbang, dalam keadaan tenang tapi tidak tertidur, dan seluruh otot-otot dalam keadaan rileks dengan posisi tubuh yang nyaman
relaksasi merupakan suatu proses pembebasan diri dari segala macam bentuk ketegangan otot maupun pikiran senetral mungkin atau tidak memikirkan apapun. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teknik relaksasi adalah salah satu bentuk terapi yang berupa pemberian instruksi kepada seseorang dalam bentuk gerakan-gerakan yang tersusun secara sistematis untuk merilekskan otot-otot dan mengembalikan kondisi dari keadaan tegang ke keadaan rileks, normal dan terkontrol, mulai dari gerakan tangan sampai kepada gerakan kaki.  Dengan kendornya otot-otot tubuh, yang tegang menjadi rileks (santai), maka akan tercipta suasana perasaan yang tenang dan nyaman. Perasaan yang tenang dan nyaman akan menopang lahirnya pola pikir dan tingkah laku yang positif, normal dan terkontrol pula itu yang akan membuat nyeri menjadi menurun..

C.    PERMASALAHAN
1.      Bagaimana pengaruh relaksasi pada nyeri ?




BAB IV
PEMBAHASAN

A.    PENGARUH RELAKSASI PADA NYERI
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual maupun potensial. Definisi keperawatan tentang nyeri adalah, apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu/seseorang yang mengalaminya, yang ada kapanpun orang tersebut mengatakannya(2) . Peraturan utama dalam merawat pasien dengan nyeri adalah bahwa semua nyeri adalah nyata, meskipun penyebabnya tidak diketahui. Oleh karena itu, keberadaan nyeri adalah berdasarkan hanya pada laporan pasien.
relaksasi adalah teknik mengatasi kekhawatiran/kecemasan atau stress melalui pengendoran otot-otot dan syaraf, itu terjadi atau bersumber pada obyek-obyek tertentu”. Relaksasi merupakan suatu kondisi istirahat pada aspek fisik dan mental manusia, sementara aspek spirit tetap aktif bekerja. Dalam keadaan relaksasi, seluruh tubuh dalam keadaan homeostatis atau seimbang, dalam keadaan tenang tapi tidak tertidur, dan seluruh otot-otot dalam keadaan rileks dengan posisi tubuh yang nyaman
relaksasi merupakan suatu proses pembebasan diri dari segala macam bentuk ketegangan otot maupun pikiran senetral mungkin atau tidak memikirkan apapun. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teknik relaksasi adalah salah satu bentuk terapi yang berupa pemberian instruksi kepada seseorang dalam bentuk gerakan-gerakan yang tersusun secara sistematis untuk merilekskan otot-otot dan mengembalikan kondisi dari keadaan tegang ke keadaan rileks, normal dan terkontrol, mulai dari gerakan tangan sampai kepada gerakan kaki.  Dengan kendornya otot-otot tubuh, yang tegang menjadi rileks (santai), maka akan tercipta suasana perasaan yang tenang dan nyaman. Perasaan yang tenang dan nyaman akan menopang lahirnya pola pikir dan tingkah laku yang positif, normal dan terkontrol pula itu yang akan membuat nyeri menjadi menurun..

BAB V
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual maupun potensial.
relaksasi merupakan suatu proses pembebasan diri dari segala macam bentuk ketegangan otot maupun pikiran senetral mungkin atau tidak memikirkan apapun. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teknik relaksasi adalah salah satu bentuk terapi yang berupa pemberian instruksi kepada seseorang dalam bentuk gerakan-gerakan yang tersusun secara sistematis untuk merilekskan otot-otot dan mengembalikan kondisi dari keadaan tegang ke keadaan rileks, normal dan terkontrol, mulai dari gerakan tangan sampai kepada gerakan kaki

B.     REKOMENDASI
1.      Perawat di Ruang relaksasi dapat digunakan untuk meredakan nyeri .



DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius FK-UI, Jakarta

Doenges M.E. at al., 1992,  Nursing Care Plans,  F.A. Davis Company, Philadelphia

Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002,  NANDA