Tuesday, January 13, 2015

STROKE DENGAN PENURUNAN KESADARAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kasus stroke meningkat di negara maju seperti Amerika dimana kegemukan dan junk food telah mewabah. Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke.
Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Kecenderungannya menyerang generasi muda yang masih produktif. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia identik dengan wabah kegemukan akibat pola makan kaya lemak atau kolesterol yang melanda di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia.
Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di kasur.
Penderita Stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf. Karena, selain menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya, Stroke juga menjadi beban bagi pemerintah dan perusahaan asuransi kesehatan.
Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih merupakan masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penangulangan Stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.
Keberadaan unit Stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah menjadi keharusan, terlebih bila melihatangka penderita Stroke yang terus meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan Stroke yang cepat, tepat dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun makalah mengenai Stroke yang menunjukan masih menjadi salah satu pemicu kematian tertinggi di Indonesia.
B.     Tujuan

1.      Tujuan umum

Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan stroke.

2.      Tujuan khusus

1)      Mengetahui pengertian stroke.
2)      Mengetahui faktor penyebab terjadinya Stroke.
3)      Mengetahui patofisiologi stroke.
4)      Mengetahui manifestasi klinis stroke.
5)      Mengetahui intervensi yang dapat diberikan pada klien penderita stroke.
6)      Mengetahui seberapa besar pengembalian kesehatan orang yang terkena Stroke.


C.    Manfaat Penulisan
1.      Bagi pengembangan keilmuan
Menambah ilmu terutama dalam keperawatan gawat darurat yang berhubungan dengan asuhan keperawatan pada pasien dengan  stroke.
2.      Bagi institusi
Bagi pendidikan ilmu keperawatan sebagai bahan bacaan dan dapat  menambah wawasan bagi mahasiswa khususnya mahasiswa program pendidikan profesi ners, program studi ilmu keperawatan  tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke.
3.      Bagi penulis
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman tentang ilmu keperawatan gawat darurat yang berhubungan dengan stroke

BAB II
TINJAUAN TEORI
A.    Pengertian
CVA atau stroke merupakan salah satu manifestasi neurologi yang umum yang timbul secara mendadak sebagai akibat adanya gangguan suplai darah ke otak (Depkes, 1995).
Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral dan merupakan satu gangguan neurologik pokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologik pada pembuluh darah serebral misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar, misalnya arterosklerosis arteritis trauma aneurisma dan kelainan perkembangan (Price, 1995).
B.     Etiologi
Penyebab utamanya dari stroke diurutkan dari yag paling penting adalah arterosklerosis (trombosis) embolisme, hipertensi yang menimbulkan pendarahan srebral dan ruptur aneurisme sekular.
Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak di dalam darah, DM atau penyakit vasculer perifer (Price, 1995).
Menurut etiologinya stroke dapat dibagi menjadi :
1.   Stroke trombotik
Terjadi akibat oklusi aliran darah biasanya karena arterosklerosis berat.

2.   Stroke embolik
Berkembang sebagai akibat adanya oklusi oleh suatu embolus yang terbentuk di luar otak. Sumber embolus yang menyebabkan penyakit ini adalah termasuk jantung sebelah infark miokardium atau fibrasi atrium, arteri karotis, komunis atau aorta.
3.   Stroke hemoragik
Terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskemik dari hipoksia di daerah hilir, penyebab hemoragik antara lain ialah hipertensi, pecahnya aneurisma, malforasi arterio venas / MAV (Corwin, 2001).
Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke antara lain :
1.   Hipertensi merupakan faktor resiko utama.
2.   Penyakit cardiovaskuler (embolisme serebral, mungkin berasal dari jantung).
3.   Kadar hematokrit normal tinggi (berhubungan dengan infark, serebral)
4.   Diabetes
5.   Kontrasepsi oral peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di atas 35 tahun.
C.    Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis CVA atau stroke adalah kehilangan motorik disfungsi motorik yang paling umum adalah hemiplegi karena lesi pada otak yang berlawanan, hemparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh. Pada awal stroke biasanya paralisis menurunnya reflek tendon dalam, kehilangan komunikasi, gangguan persepsi, kerusakan kognitif dan efek psikologis, disfungsi kandung kemih (Smeltzer, 2002).


Gejala stroke dapat bermacam –macam diantaranya adalah :
1.      Hemiparesi
2.      Kontus/bingung
3.      Delirium/hilang ingatan
4.      Latergi/mengantuk
5.      Stupor/penurunan kesadaran
6.      Disartria/bicara pelo
7.      Gangguan penlihatan/hemianopia
8.      Diplopia/penglihatan ganda
9.      Ataksia
10.  Pusing , mual , muntah dan  nyeri kepala.
D.    Pathofisiologi
Menurut Hudak dan Gallo aliran darah di setiap otak terhambat karena trombus atau embolus, maka terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otot, kekurangan oksigen pada awalnya mungkin akibat iskemia imun (karena henti jantung atau hipotensi) hipoxia karena proses kesukaran bernafas suatu sumbatan pada arteri koroner dapat mengakibatkan suatu area infark (kematian jaringan).
Berdasarkan Price SA dan Wilson Lorraine M (perdarahan intraksional) biasanya disebabkan oleh ruptura arteri cerebri ekstravasasi darah terjadi di daerah otak atau subarachnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar pendarahan, spasme ini dapat menyebaar ke seluruh hemisfer otak, bekuan darah yang semua lunak akhirnya akan larut dan mengecil, otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis.

F.     Pemeriksaan Diagnostik
a.      Angiografi Serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarakan, obstruksi arteri, adanya titik oklusi/ ruptur.
b.      Scan CT
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemik, dan adanya infark.
c.       Fungsi Lumbal
Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid intrakranial. Kadar protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses imflamasi.

d.      MRI
Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena (MAV)

e.       EEG
Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin adanya daerah lesi yang spesifik.
f.       Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat pada trombosis serebral.
g.      Ultrasonografi Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik)

G.    Penatalaksanaan
Menurut Listiono D (1998 : 113) penderita yang mengalami stroke dengan infark yang luas melibatkan sebagian besar hemisfer dan disertai adanya hemiplagia kontra lateral hemianopsia, selama stadium akut memerlukan penanganan medis dan perawatan yang didasari beberapa prinsip.
Secara praktis penanganan terhadap ischemia serebri adalah :
1.      Penanganan suportif imun
a.       Pemeliharaan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat.
b.      Pemeliharaan volume dan tekanan darah yang kuat.
c.       Koreksi kelainan gangguan antara lain payah jantung atau aritmia.
2.      Meningkatkan darah cerebral
a.       Elevasi tekanan darah
b.      Intervensi bedah
c.       Ekspansi volume intra vaskuler
d.      Anti koagulan
e.       Pengontrolan tekanan intrakranial
f.       Obat anti edema serebri steroid
g.      Proteksi cerebral (barbitura)
h.       
Sedangkan menurut Lumban Tobing (2002 ) macam-macam obat yang digunakan :
1.      Obat anti agregrasi trombosit (aspirasi)
2.      Obat anti koagulasi : heparin
3.      Obat trombolik (obat yang dapat menghancurkan trombus)
4.      Obat untuk edema otak (larutan manitol 20%, obat dexametason)
Tindakan keperawatan
2.      Bantu agar jalan nafas tetap terbuka (membersihkan mulut dari ludah dan lendir agar jalan nafas tetap lancar).
3.      Pantau balance cairan.
4.      Bila penderita tidak mampu menggunakan anggota gerak, gerakkan tiap anggota gerak secara pasif seluas geraknya.
5.      Berikan pengaman pada tempat tidur untuk mencegah pasien jatuh.
H.    KOMPLIKASI
Komplikasi utama pada stroke hemoragik seperti Sub Arahnoid Hemoragik (SAH) adalah seperti : Vasospasme, Hidrosephalus, dan Disritmia. Pasien dengan stroke yang mendapatkan terapi antikoagulan beresiko untuk terjadinya perdarahan di tempat lain.
Komplikasi lainnya:
    1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi, tromboplebitis
    2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas, terjatuh
    3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala
    4. Hidrosefalus
I.       Pengkajian
1.      Primary survey
a.      Air way
-          Upayakan jalan nafas terbebas dari benda asing, secret dan sputum
-           Ada batuk atau tidak
-          Liat adakah penggunaan otot bantu pernafasan
-          Dengar adanya bunyi nafas tambahan seperti suara wheezing, snoring, ronchi. Krekles
b.      Breathing
-          Frekuensi nafas apakah, cepat, dangkal, dan ireguler
-          Adanya ekspansi paru
-          Disfungsi pernafasan, mungkin terganggu karena  depresi pusat pernafasan
c.       Circulation
-          Capillary refill < 3detik
-          Kulit pucat karena perfusi jaringan yang tidak adekuat
-          Terdapat sianosis atau tidak
-          Akral hangat atau dingin
-          HR meningkat atau menurun
-          TD meningkat atau menurun
d.      Disability
-          Kaji tingkat kesadaran klien
-          Kaji GCS dan kekuatan otot
-          Kelemahan
e.       Exposure
-          Terdapat lesi atau tidak
-          Bebaska klien dari segala benda-benda yang dapat mengganggu
2.      Secondary survey
a.       Kepala :   distribusi rambut, adanya lesi atau jejas, warna rambut, adanya nyeri
b.      Mata :      konjungtiva anemis atau tidak, pupil simetris atau tidak, reflek terhadap cahaya, sclera ikterik atau tidak
c.       Hidung :  kesimetrisan, adanya lesi atau tidak, adanya nyeri tekan atau tidak.
d.      Telinga :   kesimetrisan, adanya serumen atau tidak, adanya lesi atau tidak, adanya pembengkakan atau tidak, adanya nyeri tekan atau tidak.
e.       Gigi dan Mulut :  membrane mukosa kering atau lembab, sianosis atau tidak, ada karies gigi atau tidak.
f.       Leher :     otot sternokleidomastoideus simetris atau tidak, adanya pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe. Adanya nyeri telan.
g.      Thorak
-          Paru-paru:     kesimetrisan pengembangan paru, taktil premitus, ada atau tidak penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi dada ada atau tidak, suara nafas, frekuensi dan irama nafas.
-          Jantung :       iktus cordis tampak atau tidak, kuat angkat atau tidak, bunyi jantung, batas-batas jantung terkesan melebar atau tidak, irama jantung teratur atau tidak.
h.      Abdomen :           ada lesi atau tidak, ada nyeri tekan atau tidak, bising usus berapa kali permenit,  asites ada atau tidak.

3.      Tertiary survey
Pola fungsional
a.       Pola aktivitas istirahat
Apakah klien mengalami kesulitan dalam beraktivitas karena kelemahan umum, penurunan tonus otot, gangguan pengelihatan dan bahkan penurunan kesadaran
b.      Sirkulasi
Ukur HR, akral hangat atau dingin, warna kulit kebiruan atau tidak, CRT lebih atau kurang dari 3 detik
c.       Integritas ego
Adanya gejala perasaan tidak berdaya, emosi labil, kesulitan mengekspresikan perasaan.
d.      Pola nutrisi
Nafsu makan menurun, mual muntah
e.       Eliminasi
Adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urin,adanya distensi abdomen.

J.      Diagnosa keperawatan
1.      Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral
2.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan fungsi neurologis.
3.      Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek kerusakan pada hemisfer bahasa atau wicara (kiri atau kanan)
4.      Kurang perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik dan gangguan proses kognitif.
5.      Gangguan harga diri berhubungan dengan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
6.      Perubahan persepsi sensori berhubugnan dengan stres psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas)
7.      Resiko tinggi terhadap cidera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang motorik atau persepsi.
8.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, keterbatasan kognitif, kurang mengingat, tidak mengenal sumber dan informasi.

K.    Intervensi keperawatan
1.      Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.
Intervensi :
    1. Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya atau standar.
    2. Pantau tanda-tanda vital.
    3. Catat perubahan data penglihatan seperti adanya kebutaan, gangguan lapang pandang atau ke dalam persepsi.
    4. Kaji fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara.
    5. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis (netral).
    6. Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung atau aktivitas pasien sesuai indikasi.
    7. Cegah terjadinya mengejan saat terjadinya defekasi dan pernafasan yang memaksa (batuk terus menerus).
    8. Kolaborasi dalam pembarian oksigen dan obat sesuai indikasi (Doenges, 2000).

  1. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan fungsi neurologis.
    Intervensi :
    1. Kaji kemampuan fungsional dan beratnya kelainan.
    2. Pertahankan kesejajaran tubuh (gunakan papan tempat tidur, matras udara atau papan baku sesuai indikasi.
    3. Balikkan dan ubah posisi tiap 2 jam.
    4. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan bantal.
    5. Lakukan latihan rentang gerak aktif atau pasif untuk semua ekstremitas setiap 2 jam sampai 4 jam.
    6. Berikan dorongan tangan, jari-jari dan latihan kaki.
    7. Bantu pasien dengan menggunakan alat penyokong sesuai indikasi.
    8. Berikan dorongan kepada pasien untuk melakukan aktivitas kebutuhan sehari-hari.
    9. Mulai ambulasi progresif sesuai pesanan bantu untuk duduk dalam posisi seimbang mulai dari prosedur pindah dari tempat tidur ke kursi untuk mencapai keseimbangan.
    10. Konsulkan dengan dokter dan bagian terapi (Tucker, 1998).

  1. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek kerusakan pada hemisfer bahasa atau wicara (kiri atau kanan)

Intervensi :
    1. Bedakan antara gangguan bahasa dan gangguan wicara.
    2. Kolaborasikan dengan praktis bicara untuk mengevaluasi pasien dan merancang rencana.
    3. Ciptakan suatu atmosfir penerimaan dan privasi.
    4. Buat semua upaya untuk memahami komunikasi pasien, mendengar dengan penuh perhatian, ulangi pesan pasien kembali pada pasien untuk memastikan pengertian, abaikan ketidaktepatan penggunaan kata, jangan memperbaiki kesalahan, jangan pura-pura mengerti bila tidak mengerti, minta pasien untuk mengulang.
    5. Ajarkan pasien tehnik untuk memperbaiki wicara, instruksikan bicara lambat dan dalam kalimat pendek pada awalnya, tanyakan pertanyaan yang dapat dijawabnya ya atau tidak.
    6. Gunakan strategi untuk memperbaiki pemahaman pasien, dapatkan pengetahuan pasien sebelum bicara padanya, panggil dengan menyebutkan nama pasien, lakukan pola bicara yang konsisten, gunakan sentuhan dan perilaku untuk berkomunikasi dengan tenang (Carpenito, 1999).
  1. Kurang perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik dan gangguan proses kognitif.
Intervensi :
    1. Kaji derajat ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas perawatan diri (mandi, makan, toile training).
    2. Lakukan perawatan kulit selama 4-5 jam, gunakan loiton yang mengandung minyak, inspeksi bagian di atas tulang yang menonjol setiap hari untuk mengetahui adanya kerusakan.
    3. Berikan hygiene fisik total, sesuai indikasi, sisi rambut setiap hari, kerams setiap minggu sesuai indikasi.
    4. Lakukan oral hygiene setiap 4-8 jam, sikat gigi, bersihkan membran mukosa dengan pembilas mulut, jaga agar kuku tetap terpotong rapi dan bersih.
    5. Kaji dan pantau status nutrisi.
    6. Perbanyak masukan cairan sampai 2000 ml/hari kecuali terhadap kontra indikasi.
    7. Pastikan eliminasi yang teratur.
    8. Berikan pelunak feses enema sesuai pesanan (Tucker, 1998).

  1. Gangguan harga diri berhubungan dengan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
    Intervensi:
    1. Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuan.
    2. Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi perubahan pada pasien.
    3. Anjurkan kepada pasien untuk mengeskpresikan perasaannya termasuk rasa bermusuhan dan perasaan marah.
    4. Catat apakah pasien menunjukkan daerah yang sakit atau pasien mengingkari daerah tersebut dan mengatakan hal tersebut telah mati.
    5. Akui pernyataan perasaa pasien tentang pengingkaran terhadap tubuh, tetap pada kenyataan bahwa pasien masih dapat menggunakan bagian tubuhnya yang sakit.
    6. Tekankan keberhasilan yang kecil sekalipun baik mengenai penyembuhan fungsi tubuh atau kemandirian pasien.
    7. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
    8. Dorong orang terdekat agar memberi kesempatan kepada pasien melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.
    9. Beri dukungan terhadap usaha setiap peningkatan minat atau partisipasi pasien dalam kegiatan rehabilitasi.
    10. Berikan penguat terhadap penggunaan alat-alat adaptif.
    11. Kolaborasi : rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan konseling sesuai kebutuhan.

  1. Perubahan persepsi sensori berhubugnan dengan stres psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas)
    Intervensi :
    1. Evaluasi terhadap adanya gangguan penglihatan. Catat adanya penurunan lapang pandang, perubahan ketajaman persepsi, adanya diplobia.
    2. Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal, biarkan lampu menyala, letakkan benda dalam jangkauan lapang penglihatan yang normal, tutup mata yang sakit jika perlu.
    3. Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan.
    4. Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas atau dingin, tajam atau tumpul, posisi bagian tubuh atau otot, rasa persendian.
    5. Berikan stimulus terhadap rasa atau sentuhan
    6. Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan
    7. Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu.
    8. Observasi respon perilaku pasien seperti rasa permusuhan, menangis, efek tidak sesuai, agitasi, halusinasi.
    9. Hilangkan kebisingan atau stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan.
    10. Bicara dengan tenang, perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek, pertahankan kontak mata (Doenges, 2000).

  1. Resiko tinggi terhadap cidera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang motorik atau persepsi.
Intervensi :
    1. Lakukan tindakan yang mengurangi bahaya lingkungan : orientasi pasien dengan lingkungan sekitarnya, instruksikan pasien untuk menggunakan bel pemanggil untuk meminta bantuan, pertahankan tempat tidur dan posisi rendah dengan atau semua bagian pengaman tempat tidur terpasang.
    2. Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan dengan menggunakan termometer bila ada.
    3. Kaji ekstremitas setiap hari terhadai cidera yang tidak terdeteksi.
    4. Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion
    5. Konsul dengan ahli terapi dengan pelatihan postur.
    6. Ajarkan pasien dengan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah (Carpenito, 1999).
  1. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, keterbatasan kognitif, kurang mengingat, tidak mengenal sumber dan informasi.
Intervensi :
    1. Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada pasien.
    2. Diskusikan rencana untuk memenuhi perawatan diri.
    3. Identifikasi faktor resiko (seperti hipertensi, merokok, aterosklerosis, dan lain-lain) dan perubahan pola hidup yang penting.
    4. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan kontrol secara menerus (Doenges, 2000) 

KESIMPULAN


Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia identik dengan gaya hidup yang serba instan dan wabah kegemukan akibat pola makan kaya lemak atau kolesterol yang melanda di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Dengan mempngetahui penyebab dari stroke. Sangat memungkinkan untuk melakukan pencegahan secara dini sehingga kita tidak akan berhadapan dengan penyakit ini, Stroke merupakan salah satu penyakit yang dapat di minimalkan atau dihindari, dimana telah kita ketahui salah satu penyebab stroke adalah gaya hidup seperti, pola makan, olah raga, istirahat dan lainnya. Dimana sebagian besar stroke menyerang orang-orang yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan fast food, atau makanan cepat saji, dan junk food atau makanan yang mengandung kolestrol tinggi seperti goreng-gorengan, dan kurang mengkonsumsi makanan yang kaya akan serat seperti sayur dan buah-buahan. Jika kebiasaan hidup sperti itu berlangsung lama maka resiko terkena stroke akan smakin besar.


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
Hudak, C.M., Gallo, B.M., 1986, Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta.
Long, B.C., 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni, Pendidikan Keperawatan, Padjajaran, Bandung.
Lumban Tobing, S.M., 1998, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC, Jakarta.
Smeltzer, Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart.    Jakarta: EGC
Suzanne CS & Brenda GB. 1999. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC




No comments:

Post a Comment