BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kasus stroke meningkat di negara
maju seperti Amerika dimana kegemukan dan junk food telah mewabah. Berdasarkan
data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di
Amerika. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang
di Amerika yang terkena serangan stroke.
Menurut Yayasan Stroke Indonesia
(Yastroki), terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah penyandang stroke di
Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Kecenderungannya menyerang generasi muda
yang masih produktif. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat
produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga.
Tidak dapat dipungkiri bahwa
peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia identik dengan wabah kegemukan
akibat pola makan kaya lemak atau kolesterol yang melanda di seluruh dunia, tak
terkecuali Indonesia.
Di Indonesia, stroke merupakan
penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut
survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh
penjuru Indonesia.
Diperkirakan ada 500.000 penduduk
yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali,
sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan
sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan
penderita terus menerus di kasur.
Penderita
Stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan pada hampir
semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf. Karena, selain
menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya, Stroke juga menjadi
beban bagi pemerintah dan perusahaan asuransi kesehatan.
Berbagai fakta
menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih merupakan masalah utama di
bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial
ini diperlukan strategi penangulangan Stroke yang mencakup aspek preventif,
terapi rehabilitasi, dan promotif.
Keberadaan unit
Stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah menjadi
keharusan, terlebih bila melihatangka penderita Stroke yang terus meningkat
dari tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan Stroke yang cepat, tepat dan akurat akan
meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun makalah
mengenai Stroke yang menunjukan masih menjadi salah satu pemicu kematian
tertinggi di Indonesia.
B.
Tujuan
1.
Tujuan umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
stroke.
2.
Tujuan khusus
1) Mengetahui pengertian stroke.
2) Mengetahui faktor penyebab
terjadinya Stroke.
3) Mengetahui patofisiologi stroke.
4) Mengetahui manifestasi klinis
stroke.
5) Mengetahui intervensi yang dapat
diberikan pada klien penderita stroke.
6) Mengetahui seberapa besar
pengembalian kesehatan orang yang terkena Stroke.
C.
Manfaat
Penulisan
1.
Bagi
pengembangan keilmuan
Menambah ilmu terutama dalam keperawatan gawat
darurat yang berhubungan dengan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke.
2.
Bagi
institusi
Bagi pendidikan ilmu keperawatan sebagai bahan bacaan
dan dapat menambah wawasan bagi
mahasiswa khususnya mahasiswa program pendidikan profesi ners, program studi
ilmu keperawatan tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan stroke.
3.
Bagi
penulis
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman
tentang ilmu keperawatan gawat darurat
yang berhubungan dengan stroke
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
CVA atau stroke merupakan salah satu
manifestasi neurologi yang umum yang timbul secara mendadak sebagai akibat
adanya gangguan suplai darah ke otak (Depkes, 1995).
Stroke merupakan gangguan sirkulasi
serebral dan merupakan satu gangguan neurologik pokal yang dapat timbul
sekunder dari suatu proses patologik pada pembuluh darah serebral misalnya
trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar,
misalnya arterosklerosis arteritis trauma aneurisma dan kelainan perkembangan
(Price, 1995).
B. Etiologi
Penyebab utamanya dari stroke
diurutkan dari yag paling penting adalah arterosklerosis (trombosis) embolisme,
hipertensi yang menimbulkan pendarahan srebral dan ruptur aneurisme sekular.
Stroke biasanya disertai satu atau
beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak
di dalam darah, DM atau penyakit vasculer perifer (Price, 1995).
Menurut etiologinya stroke dapat
dibagi menjadi :
1. Stroke trombotik
Terjadi akibat oklusi aliran darah
biasanya karena arterosklerosis berat.
2. Stroke embolik
Berkembang sebagai akibat adanya oklusi oleh suatu embolus
yang terbentuk di luar otak. Sumber embolus yang menyebabkan penyakit ini
adalah termasuk jantung sebelah infark miokardium atau fibrasi atrium, arteri
karotis, komunis atau aorta.
3. Stroke hemoragik
Terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul
iskemik dari hipoksia di daerah hilir, penyebab hemoragik antara lain ialah
hipertensi, pecahnya aneurisma, malforasi arterio venas / MAV (Corwin, 2001).
Faktor-faktor resiko yang dapat
menyebabkan stroke antara lain :
1. Hipertensi merupakan faktor resiko
utama.
2. Penyakit cardiovaskuler (embolisme
serebral, mungkin berasal dari jantung).
3. Kadar hematokrit normal tinggi
(berhubungan dengan infark, serebral)
4. Diabetes
5. Kontrasepsi oral peningkatan oleh
hipertensi yang menyertai usia di atas 35 tahun.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi
klinis CVA atau stroke adalah kehilangan motorik disfungsi motorik yang paling
umum adalah hemiplegi karena lesi pada otak yang berlawanan, hemparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh. Pada awal stroke biasanya paralisis menurunnya
reflek tendon dalam, kehilangan komunikasi, gangguan persepsi, kerusakan
kognitif dan efek psikologis, disfungsi kandung kemih (Smeltzer, 2002).
Gejala stroke dapat bermacam –macam
diantaranya adalah :
1.
Hemiparesi
2.
Kontus/bingung
3.
Delirium/hilang ingatan
4.
Latergi/mengantuk
5.
Stupor/penurunan kesadaran
6.
Disartria/bicara pelo
7.
Gangguan penlihatan/hemianopia
8.
Diplopia/penglihatan ganda
9.
Ataksia
10. Pusing
, mual , muntah dan nyeri kepala.
D. Pathofisiologi
Menurut Hudak dan Gallo aliran darah
di setiap otak terhambat karena trombus atau embolus, maka terjadi kekurangan
oksigen ke jaringan otot, kekurangan oksigen pada awalnya mungkin akibat
iskemia imun (karena henti jantung atau hipotensi) hipoxia karena proses
kesukaran bernafas suatu sumbatan pada arteri koroner dapat mengakibatkan suatu
area infark (kematian jaringan).
Berdasarkan Price SA dan Wilson
Lorraine M (perdarahan intraksional) biasanya disebabkan oleh ruptura arteri
cerebri ekstravasasi darah terjadi di daerah otak atau subarachnoid, sehingga
jaringan yang terletak di dekatnya akan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi
jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar
pendarahan, spasme ini dapat menyebaar ke seluruh hemisfer otak, bekuan darah
yang semua lunak akhirnya akan larut dan mengecil, otak yang terletak di
sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis.
F.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Angiografi
Serebral
Membantu
menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarakan, obstruksi
arteri, adanya titik oklusi/ ruptur.
b. Scan CT
Memperlihatkan
adanya edema, hematoma, iskemik, dan adanya infark.
c. Fungsi Lumbal
Menunjukan
adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli serabral dan TIA,
sedangkan tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menujukan adanya
hemoragi suaraknoid intrakranial. Kadar protein meningkat pada kasus trombosis
sehubungan dengan adanya proses imflamasi.
d. MRI
Menunjukan
daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena (MAV)
e. EEG
Mengidentifikasi
maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin adanya daerah lesi yang
spesifik.
f.
Sinar X tengkorak
Menggambarkan
perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas;
klasifikasi karptis interna terdapat pada trombosis serebral.
g.
Ultrasonografi Doppler
Mengidentifikasi
penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis), aliran darah / muncul
plak (arteriosklerotik)
G.
Penatalaksanaan
Menurut Listiono D (1998 : 113)
penderita yang mengalami stroke dengan infark yang luas melibatkan sebagian
besar hemisfer dan disertai adanya hemiplagia kontra lateral hemianopsia, selama
stadium akut memerlukan penanganan medis dan perawatan yang didasari beberapa
prinsip.
Secara praktis penanganan terhadap ischemia serebri adalah :
1. Penanganan suportif imun
a. Pemeliharaan jalan nafas dan
ventilasi yang adekuat.
b. Pemeliharaan volume dan tekanan
darah yang kuat.
c. Koreksi kelainan gangguan antara
lain payah jantung atau aritmia.
2. Meningkatkan darah cerebral
a. Elevasi tekanan darah
b. Intervensi bedah
c. Ekspansi volume intra vaskuler
d. Anti koagulan
e. Pengontrolan tekanan intrakranial
f. Obat anti edema serebri steroid
g. Proteksi cerebral (barbitura)
h.
Sedangkan menurut Lumban Tobing (2002 ) macam-macam obat
yang digunakan :
1. Obat anti agregrasi trombosit
(aspirasi)
2. Obat anti koagulasi : heparin
3. Obat trombolik (obat yang dapat
menghancurkan trombus)
4. Obat untuk edema otak (larutan
manitol 20%, obat dexametason)
Tindakan keperawatan
2. Bantu agar jalan nafas tetap terbuka
(membersihkan mulut dari ludah dan lendir agar jalan nafas tetap lancar).
3. Pantau balance cairan.
4. Bila penderita tidak mampu menggunakan
anggota gerak, gerakkan tiap anggota gerak secara pasif seluas geraknya.
5.
Berikan pengaman pada tempat tidur
untuk mencegah pasien jatuh.
H.
KOMPLIKASI
Komplikasi utama pada stroke hemoragik
seperti Sub Arahnoid Hemoragik (SAH) adalah seperti : Vasospasme,
Hidrosephalus, dan Disritmia. Pasien dengan stroke yang mendapatkan terapi
antikoagulan beresiko untuk terjadinya perdarahan di tempat lain.
Komplikasi lainnya:
- Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi
pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi, tromboplebitis
- Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung,
dislokasi sendi, deformitas, terjatuh
- Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy,
sakit kepala
- Hidrosefalus
I. Pengkajian
1. Primary survey
a. Air way
-
Upayakan jalan nafas terbebas dari benda asing, secret
dan sputum
-
Ada batuk
atau tidak
-
Liat adakah penggunaan otot bantu pernafasan
-
Dengar adanya bunyi nafas tambahan seperti suara
wheezing, snoring, ronchi. Krekles
b.
Breathing
-
Frekuensi nafas apakah, cepat, dangkal, dan ireguler
-
Adanya ekspansi paru
-
Disfungsi pernafasan, mungkin terganggu karena depresi pusat pernafasan
c. Circulation
-
Capillary refill < 3detik
-
Kulit pucat karena perfusi jaringan yang tidak
adekuat
-
Terdapat sianosis atau tidak
-
Akral hangat atau dingin
-
HR meningkat atau menurun
-
TD meningkat atau menurun
d. Disability
-
Kaji tingkat kesadaran klien
-
Kaji GCS dan kekuatan otot
-
Kelemahan
e. Exposure
-
Terdapat lesi atau tidak
-
Bebaska klien dari segala benda-benda yang dapat
mengganggu
2. Secondary
survey
a. Kepala
: distribusi rambut, adanya lesi atau
jejas, warna rambut, adanya nyeri
b. Mata
: konjungtiva anemis atau tidak,
pupil simetris atau tidak, reflek terhadap cahaya, sclera ikterik atau tidak
c. Hidung
: kesimetrisan, adanya lesi atau tidak,
adanya nyeri tekan atau tidak.
d. Telinga
: kesimetrisan, adanya serumen atau
tidak, adanya lesi atau tidak, adanya pembengkakan atau tidak, adanya nyeri
tekan atau tidak.
e. Gigi
dan Mulut : membrane mukosa kering atau
lembab, sianosis atau tidak, ada karies gigi atau tidak.
f. Leher
: otot sternokleidomastoideus simetris
atau tidak, adanya pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe. Adanya nyeri
telan.
g. Thorak
-
Paru-paru: kesimetrisan pengembangan paru, taktil premitus, ada atau tidak
penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi dada ada atau tidak, suara nafas,
frekuensi dan irama nafas.
-
Jantung : iktus cordis tampak atau tidak, kuat angkat atau tidak, bunyi
jantung, batas-batas jantung terkesan melebar atau tidak, irama jantung teratur
atau tidak.
h. Abdomen
: ada lesi atau tidak, ada nyeri
tekan atau tidak, bising usus berapa kali permenit, asites ada atau tidak.
3. Tertiary
survey
Pola
fungsional
a. Pola
aktivitas istirahat
Apakah klien mengalami kesulitan dalam beraktivitas
karena kelemahan umum, penurunan tonus otot, gangguan pengelihatan dan bahkan
penurunan kesadaran
b. Sirkulasi
Ukur HR, akral hangat atau dingin, warna kulit
kebiruan atau tidak, CRT lebih atau kurang dari 3 detik
c. Integritas
ego
Adanya gejala perasaan tidak berdaya, emosi labil,
kesulitan mengekspresikan perasaan.
d. Pola
nutrisi
Nafsu makan menurun, mual muntah
e. Eliminasi
Adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia
urin,adanya distensi abdomen.
J. Diagnosa keperawatan
1.
Perubahan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan
oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral
2.
Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan fungsi neurologis.
3.
Kerusakan
komunikasi verbal berhubungan dengan efek kerusakan pada hemisfer bahasa atau
wicara (kiri atau kanan)
4.
Kurang
perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik dan gangguan proses
kognitif.
5.
Gangguan
harga diri berhubungan dengan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
6.
Perubahan
persepsi sensori berhubugnan dengan stres psikologis (penyempitan lapang
perseptual yang disebabkan oleh ansietas)
7.
Resiko
tinggi terhadap cidera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang motorik
atau persepsi.
8.
Kurang
pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan kurang
informasi, keterbatasan kognitif, kurang mengingat, tidak mengenal sumber dan
informasi.
K. Intervensi keperawatan
1.
Perubahan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan
oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.
Intervensi :
Intervensi :
- Pantau atau catat status
neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya atau
standar.
- Pantau tanda-tanda vital.
- Catat perubahan data
penglihatan seperti adanya kebutaan, gangguan lapang pandang atau ke
dalam persepsi.
- Kaji fungsi yang lebih tinggi,
seperti fungsi bicara.
- Letakkan kepala dengan posisi
agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis (netral).
- Pertahankan keadaan tirah
baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung atau aktivitas
pasien sesuai indikasi.
- Cegah terjadinya mengejan saat
terjadinya defekasi dan pernafasan yang memaksa (batuk terus menerus).
- Kolaborasi dalam pembarian
oksigen dan obat sesuai indikasi (Doenges, 2000).
- Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan kerusakan fungsi neurologis.
Intervensi : - Kaji kemampuan fungsional dan
beratnya kelainan.
- Pertahankan kesejajaran tubuh
(gunakan papan tempat tidur, matras udara atau papan baku sesuai
indikasi.
- Balikkan dan ubah posisi tiap
2 jam.
- Tinggikan ekstremitas yang
sakit dengan bantal.
- Lakukan latihan rentang gerak
aktif atau pasif untuk semua ekstremitas setiap 2 jam sampai 4 jam.
- Berikan dorongan tangan,
jari-jari dan latihan kaki.
- Bantu pasien dengan
menggunakan alat penyokong sesuai indikasi.
- Berikan dorongan kepada pasien
untuk melakukan aktivitas kebutuhan sehari-hari.
- Mulai ambulasi progresif
sesuai pesanan bantu untuk duduk dalam posisi seimbang mulai dari
prosedur pindah dari tempat tidur ke kursi untuk mencapai keseimbangan.
- Konsulkan dengan dokter dan
bagian terapi (Tucker, 1998).
- Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek
kerusakan pada hemisfer bahasa atau wicara (kiri atau kanan)
Intervensi :
- Bedakan antara gangguan bahasa
dan gangguan wicara.
- Kolaborasikan dengan praktis
bicara untuk mengevaluasi pasien dan merancang rencana.
- Ciptakan suatu atmosfir
penerimaan dan privasi.
- Buat semua upaya untuk memahami
komunikasi pasien, mendengar dengan penuh perhatian, ulangi pesan pasien
kembali pada pasien untuk memastikan pengertian, abaikan ketidaktepatan
penggunaan kata, jangan memperbaiki kesalahan, jangan pura-pura mengerti
bila tidak mengerti, minta pasien untuk mengulang.
- Ajarkan pasien tehnik untuk
memperbaiki wicara, instruksikan bicara lambat dan dalam kalimat pendek
pada awalnya, tanyakan pertanyaan yang dapat dijawabnya ya atau tidak.
- Gunakan strategi untuk
memperbaiki pemahaman pasien, dapatkan pengetahuan pasien sebelum bicara
padanya, panggil dengan menyebutkan nama pasien, lakukan pola bicara yang
konsisten, gunakan sentuhan dan perilaku untuk berkomunikasi dengan
tenang (Carpenito, 1999).
- Kurang perawatan diri
berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik dan gangguan proses kognitif.
Intervensi :
- Kaji derajat ketidakmampuan
dalam melakukan aktivitas perawatan diri (mandi, makan, toile training).
- Lakukan perawatan kulit selama
4-5 jam, gunakan loiton yang mengandung minyak, inspeksi bagian di atas
tulang yang menonjol setiap hari untuk mengetahui adanya kerusakan.
- Berikan hygiene fisik total,
sesuai indikasi, sisi rambut setiap hari, kerams setiap minggu sesuai
indikasi.
- Lakukan oral hygiene setiap
4-8 jam, sikat gigi, bersihkan membran mukosa dengan pembilas mulut, jaga
agar kuku tetap terpotong rapi dan bersih.
- Kaji dan pantau status
nutrisi.
- Perbanyak masukan cairan
sampai 2000 ml/hari kecuali terhadap kontra indikasi.
- Pastikan eliminasi yang
teratur.
- Berikan pelunak feses enema
sesuai pesanan (Tucker, 1998).
- Gangguan harga diri berhubungan dengan biofisik,
psikososial, perseptual kognitif.
Intervensi: - Kaji luasnya gangguan persepsi
dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuan.
- Identifikasi arti dari
kehilangan atau disfungsi perubahan pada pasien.
- Anjurkan kepada pasien untuk
mengeskpresikan perasaannya termasuk rasa bermusuhan dan perasaan marah.
- Catat apakah pasien
menunjukkan daerah yang sakit atau pasien mengingkari daerah tersebut dan
mengatakan hal tersebut telah mati.
- Akui pernyataan perasaa pasien
tentang pengingkaran terhadap tubuh, tetap pada kenyataan bahwa pasien
masih dapat menggunakan bagian tubuhnya yang sakit.
- Tekankan keberhasilan yang
kecil sekalipun baik mengenai penyembuhan fungsi tubuh atau kemandirian
pasien.
- Bantu dan dorong kebiasaan
berpakaian dan berdandan yang baik.
- Dorong orang terdekat agar
memberi kesempatan kepada pasien melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya
sendiri.
- Beri dukungan terhadap usaha
setiap peningkatan minat atau partisipasi pasien dalam kegiatan
rehabilitasi.
- Berikan penguat terhadap
penggunaan alat-alat adaptif.
- Kolaborasi : rujuk pada
evaluasi neuropsikologis dan konseling sesuai kebutuhan.
- Perubahan persepsi sensori berhubugnan dengan stres
psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas)
Intervensi : - Evaluasi terhadap adanya
gangguan penglihatan. Catat adanya penurunan lapang pandang, perubahan
ketajaman persepsi, adanya diplobia.
- Dekati pasien dari daerah
penglihatan yang normal, biarkan lampu menyala, letakkan benda dalam
jangkauan lapang penglihatan yang normal, tutup mata yang sakit jika
perlu.
- Ciptakan lingkungan yang
sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan.
- Kaji kesadaran sensorik,
seperti membedakan panas atau dingin, tajam atau tumpul, posisi bagian
tubuh atau otot, rasa persendian.
- Berikan stimulus terhadap rasa
atau sentuhan
- Lindungi pasien dari suhu yang
berlebihan
- Anjurkan pasien untuk
mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu.
- Observasi respon perilaku
pasien seperti rasa permusuhan, menangis, efek tidak sesuai, agitasi,
halusinasi.
- Hilangkan kebisingan atau
stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan.
- Bicara dengan tenang, perlahan
dengan menggunakan kalimat yang pendek, pertahankan kontak mata (Doenges,
2000).
- Resiko tinggi terhadap cidera yang berhubungan dengan
defisit lapang pandang motorik atau persepsi.
Intervensi :
- Lakukan tindakan yang
mengurangi bahaya lingkungan : orientasi pasien dengan lingkungan
sekitarnya, instruksikan pasien untuk menggunakan bel pemanggil untuk
meminta bantuan, pertahankan tempat tidur dan posisi rendah dengan atau
semua bagian pengaman tempat tidur terpasang.
- Kaji suhu air mandi dan
bantalan pemanas sebelum digunakan dengan menggunakan termometer bila
ada.
- Kaji ekstremitas setiap hari
terhadai cidera yang tidak terdeteksi.
- Pertahankan kaki tetap hangat
dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion
- Konsul dengan ahli terapi
dengan pelatihan postur.
- Ajarkan pasien dengan keluarga
untuk memaksimalkan keamanan di rumah (Carpenito, 1999).
- Kurang pengetahuan mengenai
kondisi dan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, keterbatasan
kognitif, kurang mengingat, tidak mengenal sumber dan informasi.
Intervensi :
- Diskusikan keadaan patologis
yang khusus dan kekuatan pada pasien.
- Diskusikan rencana untuk
memenuhi perawatan diri.
- Identifikasi faktor resiko
(seperti hipertensi, merokok, aterosklerosis, dan lain-lain) dan
perubahan pola hidup yang penting.
- Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan kontrol secara menerus (Doenges, 2000)
KESIMPULAN
Stroke
termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan
kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya
aliran darah dan oksigen ke otak. WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah
gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit
pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.
Tidak
dapat dipungkiri bahwa peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia identik
dengan gaya hidup yang serba instan dan wabah kegemukan akibat pola makan kaya
lemak atau kolesterol yang melanda di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Dengan
mempngetahui penyebab dari stroke. Sangat memungkinkan untuk melakukan
pencegahan secara dini sehingga kita tidak akan berhadapan dengan penyakit ini,
Stroke merupakan salah satu penyakit yang dapat di minimalkan atau dihindari,
dimana telah kita ketahui salah satu penyebab stroke adalah gaya hidup seperti,
pola makan, olah raga, istirahat dan lainnya. Dimana sebagian besar stroke
menyerang orang-orang yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan fast food,
atau makanan cepat saji, dan junk food atau makanan yang mengandung kolestrol
tinggi seperti goreng-gorengan, dan kurang mengkonsumsi makanan yang kaya akan
serat seperti sayur dan buah-buahan. Jika kebiasaan hidup sperti itu
berlangsung lama maka resiko terkena stroke akan smakin besar.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan, EGC, Jakarta.
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
Hudak, C.M., Gallo, B.M., 1986, Keperawatan Kritis :
Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta.
Long, B.C., 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan
Alumni, Pendidikan Keperawatan, Padjajaran, Bandung.
Lumban Tobing, S.M., 1998, Neurologi Klinik Pemeriksaan
Fisik dan Mental, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit, EGC, Jakarta.
Smeltzer,
Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddart.
Jakarta: EGC
Suzanne CS & Brenda GB. 1999. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume
3. Jakarta: EGC
No comments:
Post a Comment