BAB
I
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Difinisi
Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolute insulin atau
insensitifikasi sel terhadap insulin (Corwin. 2001).
Diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Sudoyo.
2007).
Diabetes melitus adalah penyakit
yang ditandai dengan kegagalan keseimbangan glukosa sebagai akibat kekurangan
insulin baik relatif maupun absolute (Soegondo. 2007).
Luka dekubitus adalah suatu area
yang terlokalisir dengan jaringan yang mengalami nekrosis yang biasanya terjadi
pada bagian permukaan tulang yang menonjol, yang biasanya terjadi sebagai
akibat dari takanan dalam jangka waktu yang lama yang menyebabkan peningkatan
tekanan kapiler (Suriadi. 2004).
Ulkus dekubitus disebut juga
pressure seres atau bed sores adalah lesi dikulit yang terjadi akibat rusaknya
epidermis, dermis dan kadang-kadang jaringan subkutis dan tulang dibawahnya
(Corwin. 2001).
B. Klasifikasi
Menurut Mansjoer (2005) klasifikasi diabetes mellitus antara
lain:
1.
Tipe I diabetes mellitus tergantung insulin (DMT I)
Tipe ini merupakan bentuk diabetes mellitus yang
berat. Pada tipe ini tidak ada insulin dalam sirkulasi, glikogen plasma
meningkat, dan sel β pancreas gagal berespon terhadap semua rangsang.
2.
Tipe II dibagi menjadi:
a.
DMTT I abese.
Pasien ini mengalami ketidakpekaan terhadap insulin
endogen yang berkorelasi positif dengan suatu pola distribusi ke abdomen.
Penyebab utama retensi insulin yang diamati pada jaringan sasaran pasien abese
yang diyakini sebagai saraf post reseptor terhadap kerja insulin.
b.
DMTT I non abese
Adanya
gangguan kerja insulin pada tingkat reseptor dan hilangnya atau terlambatnya
pelepasan insulin fase awal sebagai respon terhadap glukosa.
C. Etiologi
Menurut Mansjoer (2005) etiologi
dari diabetes melitus antara lain:
1.
Diabetes Melitus tipe I
a.
Faktor genetik
Penderita diabetes
melitus tidak mewarisi diabetes tipe I it sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human
Leukosite Antigen) tertentu.
b.
Faktor imunologi
Pada diabetes tipe
I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini merupakan respon
abnormal dimana antibodi ke arah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-olah sebagai jaringan
asing.
c.
Faktor-faktor lingkungan
Penyelidikan juga
sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor eksternal yang memicu
dekstrusi sel beta.
2.
Diabetes Melitus tipe II
Mekanisme yang
menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabtetes tipe
II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor
resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II.
Faktor-faktor ini antara lain:
a.
Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di
bawah 65 tahun).
b.
Obesitas.
c.
Riwayat keluarga.
d.
Kelompok etnik.
D. Manifestasi klinis
Menurut Mansjoer (2005) gejala
klinis dari diabetes melitus dikenal dengan istilah Trio-P, yaitu:
1.
Poliuri
(banyak kencing).
Banyak kencing ini disebabkan oleh kadar
gula dalam darah berlebihan, sehingga merangsang tubuh untuk mengeluarkan
melalui ginjal bersama air dan kencing. Gejala banyak kencing ini ini terutama
menonjol pada waktu malam hari yaitu saat kadar gula dalam darah relatif
tinggi.
2.
Poliofagia
(banyak makan).
Gejala yang tidak menonjol, disebabkan
oleh berkurangnya cadangan gula dalam tubuh meskipun kadar gula dalam darah
tinggi.
3.
Polidiupsia
(banyak minum).
Akibat (reaksi tubuh) dari banyak
kencing. Untuk menghindari tubuh kekurangan cairan, maka secara otomatis akan
timbul rasa haus atau kering yang menyebabkan timbulnya keinginan untuk minum
terus selam kadar gula dalam darah belum terkontrol dengan baik. Sehingga
dengan demikian akan terjadi banyak minum dan banyak kencing. Gejala lain yang
biasa tampak antara lain:
a.
Adanya
perasaan haus yang terus-menerus.
b.
Sering buang
air kecil dalam jumlah yang banyak.
c.
Timbulnya rasa
letih yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
d.
Timbulnya rasa
gatal dan peradangan kulit yang menahun.
Adapun pada penderita yang berat (parah)
akan timbul beberapa gejala lain, yaitu:
a.
Terjadinya
penurunan berat badan.
b.
Hilangnya
kesadaran diri.
c.
Timbulnya rasa
kesemutan (mati rasa) atau sakit pada tangan/ kaki.
d.
Timbulnya
borok (luka) pada kaki yang tak kunjung sembuh.
E.
Komplikasi
Menurut Mansjoer (2005)
komplikasi dari DM antara lain:
- Akut
a.
Hipoglikemia
Pada hipoglikemia berat (kadar glukosa
darah hingga dibawah 10 mg/dl) dapat terjadi serangan kejang bahkan dapat
terjadi koma (koma hipoglikemik) pada sebagian besar kasus koma hipoglikemik
yang ditemukan ditempat pelayanan kesehatan umum. Penyebab utamanya adalah
karena terapi pemberian insulin pada pasien penderita diabetes melitus.
b.
Ketoasidosis
Salah satu komplikasi akut diabetes
melitus yang disebabkan karena kadar glukosa darah sangat tinggi.
- Kronik
a.
Mikroangiopati,
meliputi:
1)
Neuropati
Sirkulasi jaringan saraf tidak adekuat,
sehingga menyebabkan disfungsi saraf sensorik dan motorik, terjadi penurunan
persepsi nyeri pada klien sehingga mudah terjadi injury.
2)
Nefropati
Dilatasi pelvis, tubulus dan glomerulus
ginjal menyebabkan gagal ginjal.
3)
Retinopati
Penurunan penglihatan karena
hiperglikemia, kebocoran pembuluh darah, pembuluh darah baru dan gangguan
penglihatan.
b.
Makroangiopati,
meliputi:
1)
Kardiovaskuler
Miokard infark yang tidak terlihat
menyebabkan kolaps vaskuler yang nyata.
2)
Vaskular
perifer
Infeksi tambahan, gangren yaitu kematian
bagian jaringan tubuh. Gangren biasanya disebabkan oleh suplai darah tidak
adekuat, tetapi kadang kalia disebabkan oleh cedera langsung (gangren
traumatik) atau infeksi.
F. Penatalaksanaan
DM
Menurut Sudoyo (2007)
penatalksanaan DM meliputi:
- Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah santapan
dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70 %), protein (10-15%) dan
lemak (20-25%). Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,
umur, stres akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai BB ideal. Jumlah kandungan
kolesterol < 300mg/ hari. Jumlah kandungan serat ± 25 g/hari diutamakan
jenis serat larut. Konsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi.
- Latihan jasmani
Dianjurka latihan jasmani teratur yaitu
3-4 kali tiap minggi selama 30 menit yang sifatnya sesuai CRIPET (continous,
rhytmical, interval, progresif, endurance, training). Latihan dilakukan
terus-menerus tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi dan berelaksasi secara
teratur, selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Latihan yang dapat dijadikan
pilihan adalah jalan kaki, joging, renang, bersepeda, dan mendayung.
- Obat berkhasiat hipoglikemik
a.
Obat
hipoglikemik oral (OHO) antara lain:
1)
Sulfonil urea
Obat dengan golongan sulfonil urea
bekerja dengan cara:
§ Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan.
§ Menurunkan ambang sekresi insulin.
§ Meningkatkan sekresi sebagai rangsangan glukosa.
2)
Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi
tidak sampai normal. Dianjurkan untuk pasien gemuk (IMT > 30) sebagai obat
tunggal. Pada pasien dengan BB lebih (IMT antara 27-30) dapat dikombinasi
dengan sulfonil urea.
3)
Inhibitor α
glukosidase
Menurunkan penyerapan glukosa dan
penurunan hiperglikemia.
4)
Insulin
sensitizing agent
b.
Insulin
Indikasi penggunaan insulin pada NIDDM
adalah:
1)
DM dengan BB
menurun cepat/ kurus.
2)
Ketoasidosis,
asidosis laktat dan koma hiperosmolar.
3)
DM yang
mengalami stres berat (infeksi sistemik, operasi berat).
4)
DM dengan
kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan.
5)
DM yang tidak
berhasil dikelola dengan hipoglikemik oral dosis maksimal atau ada
kontraindikasi dengan obat tersebut.
- Pemantauan
Dengan melakukan pemantauan kadar
glukosa darah secara mandiri, penderita DM dapat mengukur terapinya untuk
mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi
dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia lainnya.
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer (2005)
pemeriksaan penunjang pada DM yaitu:
- Glukosa darah sewaktu
- Kadar glukosa darah puasa
- Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik menurut WHO
untuk diabetes melitus sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
- Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl
- Glukosa plasma puasa > 140 mg/dl
- Glukosa dari sampel diambil 2 jam kemudian
sesudah mengkonsumsi 75 gram karbohidrat (2 jam post prandial) > 200
mg/dl.
H. Tipe Ulkus
Dekubitus
Menurut Darmojo (2004)
berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan dari suatu ulkus dekubitus
dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus dibagi
menjadi:
- Tipe normal
Mempunyai beda temperatur sampai dibawah
lebih kurang 2,5oC dibanding kulit disekitarnya dan akan sembuh
dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan
setempat akibat tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah
sebenarnya baik.
- Tipe arteriosklerosis
Mempunyai beda temperatur 1oC
antara daerah ulkus dengan kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukan gangguan
aliran darah akibat penyakit pada pembuluh darah (arteriosklerotik) ikut
berperan untuk terjadinya dekubitus disamping faktor tekanan. Dengan perawatan
ulkus ini diharapkan sembuh dalam 16 minggu.
- Tipe terminal
Terjadi pada penderita yang akan
meninggal dan tidak akan sembuh
I.
Penampilan Ulkus Dekubitus
Menurut Subhan (2008)
karakteristik penampilan dari dekubitus sebagai berikut:
- Derajat I
Reaksi peradangan masih terbatas pada
epiderrmis, tampak sebagai daerah kemerahan/ eritema, indurasi/ lecet.
- Derajat II
Reaksi yang lebih dalam lagi sampai
mencapai seluruh dermis hingga lapisan lemak subkutan, tampak sebagai ulkus
yang dangkal dengan tepi yang jelas dan perubahan warna pigmentasi.
- Derajat III
Ulkus menjadi lebih dalam meliputi
jaringan lemak subkutan, berbatasan dengan facia dan otot-otot sudah mulai di
dapat infeksi dan jaringan nekrotik yang bau.
- Derajat IV
Perluasan ulkus menembus otot hingga
tampak tulang di dasar ulkus yang dapat mengakibatkan infeksi tulang/ sendi.
BAB II
ASUHAN
KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
Menurut Doenges (2000) pengkajian pada
pasien DM antara lain:
- Identitas pasien
- Riwayat kesehatan
- Riwayat pengobatan
- Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan penunjang
- Aktivitas/ latihan
Gejala : lemah, letih, lesu, sulit bergerak/ berjalan, kram otot, tonus
otot menurun, gangguan tidur.
Tanda : takikardi dan takipnea, letargi dan disorientasi, koma, penurunan
kekuatan otot.
- Sirkulasi
Gejala : ada riwayat hipertensi, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada
kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : takikardi, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi
yang menurun, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan kemerahan, mata
cekung.
- Integritas ego
Gejala :
stress, tergantung pada orang lain, masalah keuangan.
Tanda :
ansietas, peka rangsang.
- Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria/ nokturia), rasa nyeri/
terbakar, kesulitan berkemih, ISK baru/ berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri dapat berkembang menjadi
oliguri/ anuria jika terjadi hipovolemia berat, urine bau busuk (infeksi),
abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah/ menurun; hiperaktif (diare).
- Makanan/ cairan
Gejala : hilang nafsu makan, mual/ muntah, peningkatan masukan glukosa dan
karbohidrat, penurunan BB, haus, penggunaan diuretik.
Tanda : kulit kering, bersisik, turgor jelek, muntah, bau holitosis,
nafas bau aseton.
- Neurosensori
Gejala : pusing, sakit kepala, kesemutan, parestesia, gangguan
penglihatan.
Tanda : disorientasi, mengantuk, letargi, stupor, gangguan memori, dan
aktivitas kejang.
- Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala :
abdomen tegang/ nyeri.
Tanda :
wajah meringis.
- Pernapasan
Gejala :
merasa kekurangan oksigen, batuk.
Tanda :
batuk.
- Keamanan
Gejala :
kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : demam, diaforesis, kulit rusak/ ulserasi, menurunnya kekuatan
umum/ rentang gerak, parestesia/ paralisis otot termasuk otot0otot pernapasan
jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam.
- Seksualitas
Gejala : impotensi, kesulitan orgasme pada wanita, luka/ lecet pada vagina.
B.
Diagnosa Keperawatan
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah dan anoreksia.
- Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis
osmotik.
- Resiko
infeksi berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa darah.
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan umum.
- Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak
mengenal sumber informasi mengenai sumber penyakit (DM).
- Kerusakjan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan status metabolik (neuropati perifer).
C.
Intervensi Keperawatan
1.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan
anoreksia.
·
Tujuan : setelah dilakuka tindakan keperawatan
selama 3x24 jam nutrisi pasien terpenuhi.
·
Kriteria hasil
:
a.
Mual muntah
berkurang.
b.
Tidak
mengalami penurunan berta badan.
c.
Pasien
mengatakan nafsu makan meningkat, makan habis ½ porsi.
·
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji status nutrisi klien
|
1.
Mengetahui keadaan status
nutrisi klien
|
2.
Bantu klien untuk makan
sedikit tapi sering.
|
2.
Untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi klien.
|
3.
Ajarkan keluarga dalam
perencanan makan pada pasien sesuai indikasi.
|
3.
Meningkatkan rasa
keterlibtannya memberikan informasi kepada keluarga untuk memahami kebutuhan
nutrisi.
|
4.
Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemenuhan nutrisi klien.
|
4.
Penyesuaian diri untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
|
2.
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
·
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperwatan selama
3x24 jam kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi.
·
Kriteria hasil
:
a.
Nadi perifer
dapat diraba.
b.
Turgor kulit
dan pengisian kapiler baik.
c.
Pasien
menunjukan hidrasi yang adekuat dibuktikan dengan TTV dalam batas normal.
·
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Pantau tanda-tanda vital
|
1.
Mengetahui keadaan umum
pasien.
|
2.
Pantau masukan dan keluaran
cairan.
|
2. Mengethui
keseimbangan antara cairan yang masuk dan cairan yang keluar.
|
3.
Catat hal-hal yang dilaporkan
seperti mual, muntah, nyeri abdomen dan distensi lambung.
|
3.
Mual, muntah dapat
menyebabkan kehilangan cairan berlebih.
|
4.
Pertahankan untuk memberikan
cairan paling sedikit 2500 ml/ hari dalam batas yang dapat ditoleransi
jantung jika pemasukan oral dapat diberikan.
|
4.
Memenuhi kebutuhan cairan
pasien.
|
- Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan
kadar glukosa darah.
·
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam infeksi berkurang dan menunjukkan penyembuhan.
·
Kriteria hasil
:
a.
Tidak ada
infeksi.
b.
Suhu tubuh
dalam keadaan normal.
c.
Kondisi luka
menunjukan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi.
·
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Observasi tanda-tanda infeksi
dan peradangan seperti demam, kemerahan, adanya pus dan luka.
|
1.
pasien mungkin masuk dengan
infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis.
|
2.
berikan teknik aseptik pada
prosedur invasif (seperti pemasangan infus, kateter folay), pemberian obat
iv, memberikan perawatan sesuai indikasi.
|
2.
kadar glukosa yang tinggi
dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
|
3.
ajarkan pada klien dalam
pencegahan infeksi dengan melakukan cuci tangan yang baik.
|
3.
mencegah timbulnya infeksi
silang.
|
4.
kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian antibiotik yang sesuai.
|
4.
penanganan awal dapat
membantu mencegah timbulnya sepsis.
|
- Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan umum.
·
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas.
·
Kriteria hasil
:
a.
Klien dapat
berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan.
b.
Menampilkan
aktivitas kehidupan sehari-hari dengan bantuan seminimal mungkin.
c.
Menunjukkan
penurunan tanda fisiologis intoleransi (misal ; Nadi: 80-100 x/menit, RR: 16-24
x/menit, TD: 120/70 mmHg).
·
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
1.
kaji kemampuan pasien untuk
melakukan tugas, catat laporan kelemahan, keletihan dan kesulitan
menyelesaikan tugas.
|
1.
mempengaruhi pilihan
intervensi atau bantuan.
|
2.
berikan lingkungan tenang,
pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
|
2.
meningkatkan istirahat untuk
menurunkan kebutuhan oksigen dan menurunkan regangan jantung dan paru.
|
3.
ubah posisi pasien dengan
perlahan dan pantau terhadap pusing.
|
3.
hipotensi postural atau
hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing dan peningkatan resiko cedera.
|
4.
anjurkan pasien untuk
menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, napas pendek, kelemahan
atau pusing terjadi.
|
4.
regangan/ stres
kardiopulmonal berlebihan/ stres dapat menimbulkan dekompensasi/ kegagalan.
|
DAFTAR PUSTAKA
-
Corwin,
E. 2001. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta : EGC
-
Darmojo.
2004. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 6.
Jakarta: EGC
-
Doengoes,
M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
-
Mansjoer, Arief. 2005. Kapita Selekta Kedokteran jilid 1.
Jakarta: Media Aesculapius FKUI
-
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah volume
3. Jakarta: EGC
-
Soegondo, S. 2000. Penatalaksanaan Daibetes Melitus Terpadu. Jakarta: FKUI
-
Subhan. 2008. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
-
Sudoyo, A. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
-
Suriadi. 2004. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC
-
Vanderwood, J. 1999. Patologi Umum dan sistemik. Jakarta: EGC
No comments:
Post a Comment