Tuesday, January 13, 2015

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DM TIPE II DENGAN POST AMPUTASI ULKUS


BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A.      Difinisi
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolute insulin atau insensitifikasi sel terhadap insulin (Corwin. 2001).
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Sudoyo. 2007).
Diabetes melitus adalah penyakit yang ditandai dengan kegagalan keseimbangan glukosa sebagai akibat kekurangan insulin baik relatif maupun absolute (Soegondo. 2007).
Luka dekubitus adalah suatu area yang terlokalisir dengan jaringan yang mengalami nekrosis yang biasanya terjadi pada bagian permukaan tulang yang menonjol, yang biasanya terjadi sebagai akibat dari takanan dalam jangka waktu yang lama yang menyebabkan peningkatan tekanan kapiler (Suriadi. 2004).
Ulkus dekubitus disebut juga pressure seres atau bed sores adalah lesi dikulit yang terjadi akibat rusaknya epidermis, dermis dan kadang-kadang jaringan subkutis dan tulang dibawahnya (Corwin. 2001).

B.      Klasifikasi
Menurut Mansjoer (2005) klasifikasi diabetes mellitus antara lain:
1.      Tipe I diabetes mellitus tergantung insulin (DMT I)
Tipe ini merupakan bentuk diabetes mellitus yang berat. Pada tipe ini tidak ada insulin dalam sirkulasi, glikogen plasma meningkat, dan sel β pancreas gagal berespon terhadap semua rangsang.
2.      Tipe II dibagi menjadi:
a.       DMTT I abese.
Pasien ini mengalami ketidakpekaan terhadap insulin endogen yang berkorelasi positif dengan suatu pola distribusi ke abdomen. Penyebab utama retensi insulin yang diamati pada jaringan sasaran pasien abese yang diyakini sebagai saraf post reseptor terhadap kerja insulin.
b.      DMTT I non abese
Adanya gangguan kerja insulin pada tingkat reseptor dan hilangnya atau terlambatnya pelepasan insulin fase awal sebagai respon terhadap glukosa.

C.      Etiologi
Menurut Mansjoer (2005) etiologi dari diabetes melitus antara lain:
1.      Diabetes Melitus tipe I
a.       Faktor genetik
Penderita diabetes melitus tidak mewarisi diabetes tipe I it sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leukosite Antigen) tertentu.
b.      Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi ke arah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-olah sebagai jaringan asing.
c.       Faktor-faktor lingkungan
Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor eksternal yang memicu dekstrusi sel beta.
2.      Diabetes Melitus tipe II
Mekanisme yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabtetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Faktor-faktor ini antara lain:
a.       Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di bawah 65 tahun).
b.      Obesitas.
c.       Riwayat keluarga.
d.      Kelompok etnik.

D.      Manifestasi klinis
Menurut Mansjoer (2005) gejala klinis dari diabetes melitus dikenal dengan istilah Trio-P, yaitu:
1.        Poliuri (banyak kencing).
Banyak kencing ini disebabkan oleh kadar gula dalam darah berlebihan, sehingga merangsang tubuh untuk mengeluarkan melalui ginjal bersama air dan kencing. Gejala banyak kencing ini ini terutama menonjol pada waktu malam hari yaitu saat kadar gula dalam darah relatif tinggi.
2.        Poliofagia (banyak makan).
Gejala yang tidak menonjol, disebabkan oleh berkurangnya cadangan gula dalam tubuh meskipun kadar gula dalam darah tinggi.
3.        Polidiupsia (banyak minum).
Akibat (reaksi tubuh) dari banyak kencing. Untuk menghindari tubuh kekurangan cairan, maka secara otomatis akan timbul rasa haus atau kering yang menyebabkan timbulnya keinginan untuk minum terus selam kadar gula dalam darah belum terkontrol dengan baik. Sehingga dengan demikian akan terjadi banyak minum dan banyak kencing. Gejala lain yang biasa tampak antara lain:
a.       Adanya perasaan haus yang terus-menerus.
b.      Sering buang air kecil dalam jumlah yang banyak.
c.       Timbulnya rasa letih yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
d.      Timbulnya rasa gatal dan peradangan kulit yang menahun.
Adapun pada penderita yang berat (parah) akan timbul beberapa gejala lain, yaitu:
a.       Terjadinya penurunan berat badan.
b.      Hilangnya kesadaran diri.
c.       Timbulnya rasa kesemutan (mati rasa) atau sakit pada tangan/ kaki.
d.      Timbulnya borok (luka) pada kaki yang tak kunjung sembuh.

E.       Komplikasi
Menurut Mansjoer (2005) komplikasi dari DM antara lain:
  1. Akut
a.       Hipoglikemia
Pada hipoglikemia berat (kadar glukosa darah hingga dibawah 10 mg/dl) dapat terjadi serangan kejang bahkan dapat terjadi koma (koma hipoglikemik) pada sebagian besar kasus koma hipoglikemik yang ditemukan ditempat pelayanan kesehatan umum. Penyebab utamanya adalah karena terapi pemberian insulin pada pasien penderita diabetes melitus.
b.      Ketoasidosis
Salah satu komplikasi akut diabetes melitus yang disebabkan karena kadar glukosa darah sangat tinggi.
  1. Kronik
a.       Mikroangiopati, meliputi:
1)      Neuropati
Sirkulasi jaringan saraf tidak adekuat, sehingga menyebabkan disfungsi saraf sensorik dan motorik, terjadi penurunan persepsi nyeri pada klien sehingga mudah terjadi injury.
2)      Nefropati
Dilatasi pelvis, tubulus dan glomerulus ginjal menyebabkan gagal ginjal.
3)      Retinopati
Penurunan penglihatan karena hiperglikemia, kebocoran pembuluh darah, pembuluh darah baru dan gangguan penglihatan.
b.      Makroangiopati, meliputi:
1)      Kardiovaskuler
Miokard infark yang tidak terlihat menyebabkan kolaps vaskuler yang nyata.
2)      Vaskular perifer
Infeksi tambahan, gangren yaitu kematian bagian jaringan tubuh. Gangren biasanya disebabkan oleh suplai darah tidak adekuat, tetapi kadang kalia disebabkan oleh cedera langsung (gangren traumatik) atau infeksi.
F.       Penatalaksanaan DM
Menurut Sudoyo (2007) penatalksanaan DM meliputi:
  1. Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70 %), protein (10-15%) dan lemak (20-25%). Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai BB ideal. Jumlah kandungan kolesterol < 300mg/ hari. Jumlah kandungan serat ± 25 g/hari diutamakan jenis serat larut. Konsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi.
  1. Latihan jasmani
Dianjurka latihan jasmani teratur yaitu 3-4 kali tiap minggi selama 30 menit yang sifatnya sesuai CRIPET (continous, rhytmical, interval, progresif, endurance, training). Latihan dilakukan terus-menerus tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi dan berelaksasi secara teratur, selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, joging, renang, bersepeda, dan mendayung.
  1. Obat berkhasiat hipoglikemik
a.       Obat hipoglikemik oral (OHO) antara lain:
1)      Sulfonil urea
Obat dengan golongan sulfonil urea bekerja dengan cara:
§  Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan.
§  Menurunkan ambang sekresi insulin.
§  Meningkatkan sekresi sebagai rangsangan glukosa.
2)      Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai normal. Dianjurkan untuk pasien gemuk (IMT > 30) sebagai obat tunggal. Pada pasien dengan BB lebih (IMT antara 27-30) dapat dikombinasi dengan sulfonil urea.
3)      Inhibitor α glukosidase
Menurunkan penyerapan glukosa dan penurunan hiperglikemia.
4)      Insulin sensitizing agent
b.      Insulin
Indikasi penggunaan insulin pada NIDDM adalah:
1)      DM dengan BB menurun cepat/ kurus.
2)      Ketoasidosis, asidosis laktat dan koma hiperosmolar.
3)      DM yang mengalami stres berat (infeksi sistemik, operasi berat).
4)      DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan.
5)      DM yang tidak berhasil dikelola dengan hipoglikemik oral dosis maksimal atau ada kontraindikasi dengan obat tersebut.
  1. Pemantauan
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri, penderita DM dapat mengukur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia lainnya.
G.     Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer (2005) pemeriksaan penunjang pada DM yaitu:
  1. Glukosa darah sewaktu
  2. Kadar glukosa darah puasa
  3. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik menurut WHO untuk diabetes melitus sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
  1. Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl
  2. Glukosa plasma puasa > 140 mg/dl
  3. Glukosa dari sampel diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gram karbohidrat (2 jam post prandial) > 200 mg/dl.

H.      Tipe Ulkus Dekubitus
Menurut Darmojo (2004) berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan dari suatu ulkus dekubitus dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus dibagi menjadi:
  1. Tipe normal
Mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5oC dibanding kulit disekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah sebenarnya baik.
  1. Tipe arteriosklerosis
Mempunyai beda temperatur 1oC antara daerah ulkus dengan kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukan gangguan aliran darah akibat penyakit pada pembuluh darah (arteriosklerotik) ikut berperan untuk terjadinya dekubitus disamping faktor tekanan. Dengan perawatan ulkus ini diharapkan sembuh dalam 16 minggu.
  1. Tipe terminal
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dan tidak akan sembuh

I.         Penampilan Ulkus Dekubitus
Menurut Subhan (2008) karakteristik penampilan dari dekubitus sebagai berikut:
  1. Derajat I
Reaksi peradangan masih terbatas pada epiderrmis, tampak sebagai daerah kemerahan/ eritema, indurasi/ lecet.
  1. Derajat II
Reaksi yang lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis hingga lapisan lemak subkutan, tampak sebagai ulkus yang dangkal dengan tepi yang jelas dan perubahan warna pigmentasi.



  1. Derajat III
Ulkus menjadi lebih dalam meliputi jaringan lemak subkutan, berbatasan dengan facia dan otot-otot sudah mulai di dapat infeksi dan jaringan nekrotik yang bau.
  1. Derajat IV
Perluasan ulkus menembus otot hingga tampak tulang di dasar ulkus yang dapat mengakibatkan infeksi tulang/ sendi.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
Menurut Doenges (2000) pengkajian pada pasien DM antara lain:
  1. Identitas pasien
  2. Riwayat kesehatan
  3. Riwayat pengobatan
  4. Pemeriksaan fisik
  5. Pemeriksaan penunjang
  6. Aktivitas/ latihan
Gejala  : lemah, letih, lesu, sulit bergerak/ berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur.
Tanda  : takikardi dan takipnea, letargi dan disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot.
  1. Sirkulasi
Gejala  : ada riwayat hipertensi, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda  : takikardi, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan kemerahan, mata cekung.
  1. Integritas ego
Gejala  : stress, tergantung pada orang lain, masalah keuangan.
Tanda  : ansietas, peka rangsang.
  1. Eliminasi
Gejala  : perubahan pola berkemih (poliuria/ nokturia), rasa nyeri/ terbakar, kesulitan berkemih, ISK baru/ berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda  : urine encer, pucat, kuning, poliuri dapat berkembang menjadi oliguri/ anuria jika terjadi hipovolemia berat, urine bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah/ menurun; hiperaktif (diare).
  1. Makanan/ cairan
Gejala  : hilang nafsu makan, mual/ muntah, peningkatan masukan glukosa dan karbohidrat, penurunan BB, haus, penggunaan diuretik.
Tanda  : kulit kering, bersisik, turgor jelek, muntah, bau holitosis, nafas bau aseton.
  1. Neurosensori
Gejala  : pusing, sakit kepala, kesemutan, parestesia, gangguan penglihatan.
Tanda  : disorientasi, mengantuk, letargi, stupor, gangguan memori, dan aktivitas kejang.
  1. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala  : abdomen tegang/ nyeri.
Tanda  : wajah meringis.
  1. Pernapasan
Gejala  : merasa kekurangan oksigen, batuk.
Tanda  : batuk.
  1. Keamanan
Gejala  : kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda  : demam, diaforesis, kulit rusak/ ulserasi, menurunnya kekuatan umum/ rentang gerak, parestesia/ paralisis otot termasuk otot0otot pernapasan jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam.
  1. Seksualitas
Gejala  : impotensi, kesulitan orgasme pada wanita, luka/ lecet pada   vagina.

B.     Diagnosa Keperawatan
  1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan anoreksia.
  2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
  3. Resiko  infeksi berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa darah.
  4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
  5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi mengenai sumber penyakit (DM).
  6. Kerusakjan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer).

C.    Intervensi Keperawatan
1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan anoreksia.
·         Tujuan        : setelah dilakuka tindakan keperawatan selama 3x24 jam nutrisi pasien terpenuhi.
·         Kriteria hasil :
a.       Mual muntah berkurang.
b.      Tidak mengalami penurunan berta badan.
c.       Pasien mengatakan nafsu makan meningkat, makan habis ½ porsi.
·         Intervensi :
Intervensi
Rasional
1.      Kaji status nutrisi klien
1.      Mengetahui keadaan status nutrisi klien
2.      Bantu klien untuk makan sedikit tapi sering.
2.      Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
3.      Ajarkan keluarga dalam perencanan makan pada pasien sesuai indikasi.
3.      Meningkatkan rasa keterlibtannya memberikan informasi kepada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi.
4.      Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemenuhan nutrisi klien.
4.      Penyesuaian diri untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.

2.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
·         Tujuan        : setelah dilakukan tindakan keperwatan selama 3x24 jam kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi.
·         Kriteria hasil :
a.       Nadi perifer dapat diraba.
b.      Turgor kulit dan pengisian kapiler baik.
c.       Pasien menunjukan hidrasi yang adekuat dibuktikan dengan TTV dalam batas normal.
·         Intervensi :
Intervensi
Rasional
1.      Pantau tanda-tanda vital
1.      Mengetahui keadaan umum pasien.
2.      Pantau masukan dan keluaran cairan.
2. Mengethui keseimbangan antara cairan yang masuk dan cairan yang keluar.
3.      Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, muntah, nyeri abdomen dan distensi lambung.
3.      Mual, muntah dapat menyebabkan kehilangan cairan berlebih.
4.      Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/ hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan oral dapat diberikan.
4.      Memenuhi kebutuhan cairan pasien.

  1. Resiko  infeksi berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa darah.
·         Tujuan        : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam infeksi berkurang dan menunjukkan penyembuhan.
·         Kriteria hasil :
a.       Tidak ada infeksi.
b.      Suhu tubuh dalam keadaan normal.
c.       Kondisi luka menunjukan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi.
·         Intervensi :
Intervensi
Rasional
1.      Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam, kemerahan, adanya pus dan luka.
1.      pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis.
2.      berikan teknik aseptik pada prosedur invasif (seperti pemasangan infus, kateter folay), pemberian obat iv, memberikan perawatan sesuai indikasi.
2.      kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
3.      ajarkan pada klien dalam pencegahan infeksi dengan melakukan cuci tangan yang baik.
3.      mencegah timbulnya infeksi silang.
4.      kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik yang sesuai.
4.      penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.



  1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
·         Tujuan       : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas.
·         Kriteria hasil :
a.       Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan.
b.      Menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan bantuan seminimal mungkin.
c.       Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi (misal ; Nadi: 80-100 x/menit, RR: 16-24 x/menit, TD: 120/70 mmHg).
·         Intervensi :
Intervensi
Rasional
1.      kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas, catat laporan kelemahan, keletihan dan kesulitan menyelesaikan tugas.
1.      mempengaruhi pilihan intervensi atau bantuan.
2.      berikan lingkungan tenang, pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
2.      meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen dan menurunkan regangan jantung dan paru.
3.      ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
3.      hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing dan peningkatan resiko cedera.
4.      anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, napas pendek, kelemahan atau pusing terjadi.
4.      regangan/ stres kardiopulmonal berlebihan/ stres dapat menimbulkan dekompensasi/ kegagalan.


DAFTAR PUSTAKA



-          Corwin, E. 2001. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: EGC
-          Darmojo. 2004. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 6. Jakarta: EGC
-          Doengoes, M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
-          Mansjoer, Arief. 2005. Kapita Selekta Kedokteran jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius FKUI
-          Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah volume 3. Jakarta: EGC
-          Soegondo, S. 2000. Penatalaksanaan Daibetes Melitus Terpadu. Jakarta: FKUI
-          Subhan. 2008. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
-          Sudoyo, A. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
-          Suriadi. 2004. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC
-          Vanderwood, J. 1999. Patologi Umum dan sistemik. Jakarta: EGC




No comments:

Post a Comment